Monday, December 19, 2011
Prestasi Non Akademik
Tahun Pelajaran 2011/2012
Tahun pelajaran 2011/2012 untuk nilai akademik siswa SD dan SMP masuk urutan pertama di Kecamatan Mulyorejo. Adapun untuk tingkat kota, khususnya SD masuk urutan ke 16 dari ribuan sekolah SD negeri maupun swasta di Surabaya. Memasuki tahun pelajaran 2011/2012, bukan hanya akedemik, tetapi juga non akademik. Inilah prestasi non akademik yang sudah diperoleh di semester 1.
Juara 1 Fashion Show Jawa Timur
Alhamdulillah, Anak TK Al-Azhar menjadi juara 1 dan harapan 1 dalam lomba Fashion show se Jawa Timur. Lomba yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 26 Nopember 2011 di Al-Falah Darussalam Sidoarjo.
Renang, Juara 1 POR Jatim
Sabtu, 26 Nopember 2011 dilaksanakan Pekan Olahraga (POR) Jawa Timur. Setelah lolos tingkat kecamatan, tingkat kota Surabaya, siswa SD Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya berlaga di tingkat Jawa Timur. Alhamdulillah, Renata (kelas V) mendapat medali emas renang. Mudah-mudahan bisa melaju untuk tingkat nasional. Amin.
Borong Olimpiade Mata Pelajaran
Ahad, 20 Nopember 2011 diadakan olimpiade Bahasa Inggris, Matematika, dan Sains setiap jenjang kelas di Cerefour Ngagel untuk semua jenjang di TK dan SD. Alhamdulillah, Baik TK maupun SD dapat memborong medali. Untuk TK ada 8 medali yang didapatkan. 1 medali emas, 1 medali perunggu, dan 6 juara harapan.
Untuk SD memborong 28 piala. Ada 7 anak mendapat medali emas. Ada 9 siswa mendapat medali perak. Ada 4 siswa mendapat medali perunggu. Selebihnya, 8 siswa mendapat juara harapan. Sungguh luar biasa. Ini salah satu indikator keberhasilan bidang akademik.
Tae Kwon Do Perak dan Perunggu Jatim
Ahad, 13 Nopember 2011 siswa Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya mengikuti turnamen tae kwon do tingkat Jawa Timur. Melalui persaingan yang ketat, terutama dari luar kota, alhamdulillah, ada tiga medali yang bisa dibawa pulang. M. Rahid Armadiaz (5A) Juara 2 Tae Kwon Do under 39 kg. Pandya Ahmadi Faisal (4B) Juara 2 Tae Kwon Do under 34 kg. Dedaf Banio Hartono (2B) Juara 2 Tae Kwon Do over 31 kg.
Borong 8 Piala di THR
Jum’at, 14 Oktober 2011 diadakan pentas seni UPTD Mulyorejo di THR. Kegiatan ini diikuti semua sekolah di Kecamatan Mulyorejo, mulai TK sampai SMA. Berbagai jenis kesenian dilombakan. Ada tari, nyanyi, puisi, tetembangan, dan geguritan.
Pentas seni menjadi agenda tahunan untuk mengetahui potensi dan bakat di setiap sekolah. Di mulai dari tingkat kecamatan hingga nanti tingkat Kota Surabaya. Tidak menutup kemungkinan, terbaik tingkat kota akan dipersiapkan untuk tingkat Jawa Timur hingga tingkat nasional.
Alhamdulillah, banyak piala yang dipersembahkan untuk sekolah. Untuk TK Juara 1 lomba menyanyi bersama, juara 2 membaca syair, dan harapan 1 fashion show. Untuk SD juara 1 geguritan, harapan 1 tari anak, dan harapan 1 vokal tunggal. Untuk SMP juara 1 geguritan dan juara 2 vokal tunggal.
Untuk juara 1 lomba menyanyi TK, geguritan SD dan SMP harus bersiap-siap mengikuti final. Semoga menjadi yang terbaik di ajang pentas seni tingkat Kota Surabaya. Selamat.
Juara II Adzan se Jawa Timur
19 Agustus 2011, siswa SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya mendapat juara II lomba Azan. Kegiatan ini diadakan oleh Tabloid nasional “NURANI” diselenggaran di City Tomorrow (Cito). Mukhammad Achid atau yang sering dipanggil Kiki mampu mengalahkan peserta dari daerah Gresik, Sidoarjo dan sekitarnya.
Juara III Nasyid se-Jawa Timur
Sebuah kebanggaan telah diraih oleh tim Nasyid “ALAZKA VOICE” yang baru dibentuk dua bulan. Mereka mampu bersaing dengan tim nasyid papan atas di Jawa Timur. Dari sentuhan tangan dingin Bapak Adi, siswa SMP Islam Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya tampil prima hingga lolos di babak penyisihan dan akhirnya menjadi juara III se Jawa Timur. Selamat untuk sang juara.
Juara 2 Dokter Kecil Mahir Gizi
Alhamdulillah, Siswa SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya mendapat juara 2 lomba Dokter Kecil Mahir Gizi tingkat Kota Surabaya. Kegiatan ini diawali dari pelatihan dokter kecil di Malang tanggal 4 sampai 6 Pebruari 2011. Selanjutnya pemantauan mulai bulan Pebruari sampai Maret 2011. Penilaian dilakukan selama bulan Mei 2011.
Ada beberapa materi yang dipantau oleh tim penilai. Selain kreativitas untuk daur ulang, mading tentang kesehatan, juga presentasi penyuluhan tentang kesehatan. Subhanallah, ternyata siswa yang tergabung dalam dokter kecil (Dava Valubia R, Annisa Camalia Anjani, Amelia Febriani Rizky, dan Sultan Tanri Lamoreno) tampil cukup menarik. Selamat untuk dokter kecil SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya.
Tuesday, November 29, 2011
Keteladanan Dua Generasi
Perintah itu telah diabadikan Allah di dalam Surat As-Shaffat: 102, “Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi dalam tidurku, bahwa aku menyembelih engkau, maka perhatikanlah bagaiman pendapatmu? Anaknya menjawab: Wahai ayahku, kerjakan apa yang diperintahkan Allah, ayah akan mendapati bahwa aku berhati sabar, insya-Allah”
Dialog yang terdapat pada ayat di atas bukanlah sebuah drama yang sering dijumpai di TV atau panggung pertunjukkan. Dialog di atas merupakan cermin ketulusan dan keluhuran pribadi yang menjadi teladan dari dua generasi. Generasi tua yang ditunjukkan oleh seorang ayah yang bijaksana, Nabi Ibrahim AS dan generasi muda yang ditunjukkan oleh seorang anak yang memiliki kepatuhan, Nabi Ismail AS.
Sebuah keteladanan yang saat ini hampir sulit ditemui di dalam keluarga adalah membangun komitmen ketaatan. Ini tidak lepas dari pengaruh lingkungan yang memang menjauhkan manusia untuk mendekat kepada Allah, terutama dalam membimbing putra-putri tercinta. Selain itu, kesibukan tentang mengejar dunia sering kali lupa tugas utama sebagai hamba Allah untuk senantiasa mengabdi kepada-Nya. “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Berapa kali kita lalui Idul Adha dan berapa kali kita merenungi hikmah dibalik kisah yang penuh makna ini. Lalu bagaimana kualitas hidup kita saat ini? Terutama dalam membangun keluarga yang senantiasa memiliki komitmen untuk taat kepada-Nya. Apakah kehidupan kita meningkat, tetap seperti sebelumnya, atau justru kualitas iman semakin menurun?
Sudah saatnya kita berguru pada nilai-nilai yang terkandung dalam peringatan Hari Raya Idul Adha. Perilaku kesabaran dan kesadaran dalam berkorban untuk memenuhi panggilan Allah. Kegiatan ini bukan sekedar symbol formalitas, tetapi wujud pengorbanan yang tulus ikhlas sebagai bentuk ketaatan untuk menghambakan diri pada-Nya.
Ikhlas memang kata yang ringan untuk diucapkan, tetapi sulit untuk dilaksanakan dengan baik. Namun demikian perlu untuk tetap diusahakan karena bagaimanapun juga ikhlas menjadi penentu dalam setiap perilaku. Ikhlas tumbuh dari sebuah niat karena niat sebagi pengikat amal manusia. Ketika niat sudah salah, maka hasilnya akan bermasalah.
Seorang ulama, Sufyan Ats-Tsauri, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah, karena begitu seringnya niat itu berubah-ubah.” Ini artinya, kita bisa tetap waspada terhadap niat kita. Begitu ada perubahan niat yang mengarah pada hal-hal yang kurang baik, maka segeralah untuk diluruskan.
Kembali pada persoalan sinerginya dua generasi, generasi tua dan generasi muda. Islmail sebagai wakil dari generasi muda menjadi sosok manusia yang memiliki kepatuhan terhadap orang tua. Ini bukan karena apa, tetapi tidak lepas dari orang tua yang bisa menjadi teladan. Ibrahim yang mewakili generasi tua begitu dekat dengan Allah. Meskipun beliau memiliki kekuasaan untuk melakukan apa saja yang ia mau, termasuk untuk menyembelih putranya, tetapi dengan bahasa yang santun hal itu disampaikan kepada putranya. Lebih-lebih, kedua orang tuanya begitu dekat dengan Allah.
Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim AS adalah sosok perempuan yang dekat dengan Allah SWT dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap putranya. Saat Ibrahim kecil kehausan di tengah padang pasir, Siti Hajar berlari mencari air minum dari bukit Sofa ke bukit Marwah berulang-ulang. Namun usaha itu tidak ditemui hingga akhirnya dari kaki Ismail keluarlah mata air yang jernih. Itulah air zam-zam yang menjadi oleh-oleh bagi jamaah haji hingga saat ini. Kejadian itu semua diabadikan dalam rangkaian kegiatan Haji di Tanah Suci.
Anak adalah rantai generasi yang akan melanjutkan agenda orang tua. Jika kemuliaan tidak dibangun dan dicontohkan oleh orang tua kepada anak, lalu ke mana anak harus belajar tentang kebenaran. Justru dari orang tualah anak akan bisa mengabadikan kebenaran itu. Boleh jadi anak tidak taat kepada orang tua, tetapi percayalah bahwa anak akan selalu mengikuti perilaku orang tua. Jika orang tua bisa memberikan keteladanan, memberikan contoh-contoh perilaku yang mulia, maka anak akan mengikutinya. Sebaliknya, ketika nilai-nilai kemuliaan mulai ditinggal, bersamaan itu pula anak akan menjauh dari nilai-nilai kemuliaan.
Pendidikan anak menjadi persoalan yang perlu diseriusi. Perilaku anak cermin dari pendidikan yang dibangun oleh orang tua, baik yang ada di rumah maupun pendidikan di sekolah. Pendidikan di rumah menjadi tanggung jawab orang tua. Perilaku orang tualah yang banyak mewarnai perilaku anak. Sedangkan di sekolah, guru memegang peranan yang sangat strategis dalam membentuk perilaku anak. Anak yang sejak lahir memiliki kecenderungan berperilaku baik perlu dikawal dengan baik pula. Tentunya keteladanan sebagai kata kunci. Dengan demikian, kita akan melahirkan generasi seperti Nabi Ibrahim AS yang melahirkan generasi Ismail AS yang sama-sama memiliki komitmen ketaatan dalam mengabdikan diri kepada Allah dengan sepenuh hati.
Momen idul Adha perlu dijadikan pelajaran yang berharga. Khususnya bagi umat Islam dalam membangun generasi islami. Generasi yang akan mewarisi semua agenda dalam membangun Negara yang tercinta ini agar menjadi Negara penuh wibawa dengan landasan nilai-nilai kebenaran yang bersumber pada kitab suci. Amin
Dimuat di Majalah Mayara
Oktober 2011
Sunday, September 18, 2011
Selamatkan Anak-Anak Kita!
Disinyalir, carut marutnya persoalan di negeri ini disebabkan melemahnya pendidikan karakter:Pendiri Negara , Presiden Soekaro, pernah berpesan bahwa tugas bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan adalah mengutamakan pelaksanaan nation and character building. Bahkan beliau wanti-wanti, “Jika pembangunan karakter bangsa tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.”
Pemerintah, sejak tahun 2010 telah mencanangkan pendidikan karakter. Diharapkan tahun 2012 ada 25% sekolah di Indonesia sudah menerapkan pendidikan karakter dan untuk tahun 2015 seluruh sekolah di Indonesia bisa mengembangkan sekolah karakter.
Buku “Pendidikan Berbasis Karakter” yang pernah diseminarkan bersama Prof. Dr. Ir. M. Nuh, DEA, (Menteri Pendidikan Nasional) semoga bisa membantu sekolah dalam mengembangkan sekolah karakter. Apalagi dilengkapi dengan buku “Panduan Praktis: Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa”.
Pendidikan karakter tidak hanya dilakukan di sekolah, hanya dilakukan oleh guru. Akan tetapi harus bersinergi dengan rumah, yaitu orang tua dan masyarakat. Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab bersama Ketika guru, orang tua, dan masyarakat mampu bersinergi dan memiliki komitmen untuk membangun pendidikan karakter, maka hasilnya akan lebih efektif.
Minimal ada empat hal yang perlu disiapkan di dalam pendidikan karakter:
1) Ada budaya sekolah yang bisa bersinergi dengan budaya rumah dan masyarakat.
2) Pendidikan karakter diintegrasikan di dalam semua mata pelajaran, tentunya ada indikator yang jelas.
3) Pendidikan karakter diintegrasikan di dalam kegiatan pengembangan diri di sekolah.
4) Ada pesan moral, baik yang terucap maupun yang tertulis.
Pada akhirnya akan melahirkan generasi yang tangguh, yang yang memiliki kepribadian unggul dan berkarakter.
Buku Referensi di bawah ini bisa membantu Bapak/Ibu guru untuk mendesign sekolah karakter. Begitu juga untuk pendampingan orang tua di rumah, dan remaja yang ingin hidup sukses.
1. Pendidikan Berbasis Karakter: Sinergi Sekolah dengan Rumah
Tebal buku 184 halaman, harga Rp. 44.000.
2. Panduan Praktis Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa : Sinergi Sekolah dengan rumah
Tebal buku 136 halaman, harga Rp. 33.000.
3. Karakter Guru Masa Depan : Sukses dan Bermartabat
Tebal buku 218 halaman, harga Rp. 44.000.
4. Anakku Penyejuk Jiwaku : Pola Pengasuhan Islami untuk Membangun Karakter Positif Anak. (Referensi untuk orang tua)
Tebal buku 200 halaman, harga Rp. 39.000.
5. Spirit Remaja : Inspirasi Kawula Muda Dambakan Hidup Sukses (Referensi remaja)
Tebal buku 212 halaman, harga Rp. 44.000.
Wednesday, September 14, 2011
Anak-anak Kehilangan Figur Panutan
Dekadensi moral tampak nyata di depan mata. Rasa hormat anak kepada orang tua telah memudar. Jaring narkoba tertata begitu rapi, dari jaringan internasional hingga di lingkungan sekolah. Pornografi dan pornoaksi mudah dilihat dan sering dijadikan panduan bagi kalangan remaja. Kini pengaruh globalisasi menjadi tak terbendung lagi.
Dalam data komnas perlindungan anak didapatkan, bahwa perilaku anak cukup memprihatinkan dan sudah masuk pada wilayah emergency. Menurut data yang dikutip dari Media Indonesia 18 Januari disebutkan bahwa pengakuan remaja di kota besar dalam berhubungan seks pranikah sebagi berikut: 62,7% remaja pernah melakukan, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja pernah berciuman dan oral seks, 97,0% remaja pernah nonton video porno.
Di sisi lain, narkoba juga menjadi persoalan yang cukup serius untuk ditangani. Dari data Badan Narkotika Nasional (BNN) ada sekitar 3.600.000 jumlah pengguna narkoba di Indonesia. Dari jumlah itu, 41% adalah pengguna pemula, yaitu usia 14 sampai 18 tahun (Republika online, 26/06/2010).
Ketika melihat fenomena yang terjadi saat ini, sebagai orang tua kita mengelus dada. Muncul kehawatiran terhadap perilaku anak yang sudah jauh dari fithrah. Keresahan orang tua ini juga dirasakan oleh pemerintah. Hal ini tampak dengan bergulirnya pendidikan karakter sebagai bentuk kebijakan kemendiknas untuk mengantisipasi perilaku anak. Dalam sebuah seminar Bapak Prof. Dr. Ir. M. Nuh, DEA (Mendiknas) mengatakan agar pendidikan karakter segera dilaksanakan. Bahkan pendidikan karakter menjadi program utama yang melibatkan 16 kemeterian.
Persoalan ini perlu dikembalikan pada porsi yang sebenarnya. Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dengan potensi utuh. Selain memiliki fithrah (kecenderungan untuk meng-Ilahkan Allah), setiap manusia juga diberi potensi kecerdasan. Allah berfirman di dalam surat Al-A’raf ayat 172: “Dan Ingatlah, ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari Sulbi mereka, dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka (seraya Berfirman): Bukankan Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul, Engkaulah Tuhan kami, kami menjadi saksi.” Ayat ini menunjukkan bahwa setiap anak fithrah, yaitu cenderung untuk meng-Ilahkan Allah.
Setiap manusia yang terlahir ke dunia sudah dimodali kecerdasan. Sekitar 10 sampai 15 milyar sel otak yang aktif sudah diberikan begitu manusia lahir. Selain itu manusia dilengkapi dengan pendengaran, penglihatan, dan hati untuk memacu perkembangan otak. Sebagaimana firman Allah surat An-Nahl ayat 78: ”Dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu, sedang kamu tidak tahu sesuatu apapun. Lalu diberi-Nya pendengaran, penglihatan, dan hati, semoga kamu menjadi orang yang bersyukur.”
Cukuplah bagi kita dengan dua dasar dalil naqli di atas. Meskipun kalau kita mau terus menggali dasar yang lain akan lebih menguatkan kita bahwa anak-anak kita memiliki potensi yang dahsyat. Anak-anak kita begitu lugu dan polos, jujur dan berani. Tapi mengapa tiba-tiba ketika menginjak remaja dan dewasa berubah begitu drastis hingga membuat agenda permasalah bagi kita selaku orang tua.
Salahkah anak-anak kita? Layakkah anak-anak kita untuk dipersalahkan terus menerus tanpa ada introspeksi dari kita selaku orang tua? Kiranya kurang bijak jika kita selaku orang tua hanya menyalahkan anak-anak. Bukankah yang mengubah kesucian anak, perilaku anak adalah orang tua. Rasulullah telah megingatkan kepada kita, ” Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tualah yang menjadikan yahudi, nasrani, atau majusi.”
Sesungguhnya anak-anak kita saat ini telah kehilangan figur panutan. Lalu kepada siapakah mereka akan melihat sosok yang bisa dicontoh. Informasi negatif jauh lebih banyak terekam di dalam diri anak daripada yang positif. Baik itu informasi yang dilihat maupun yang didengar. Sementara kita tahu bahwa pendengaran dan penglihatan adalah pintu masuknya informasi.
Suguhan tayangan televisi misalnya, telah membuyarkan konsep tentang nilai-nilai kebenaran. Lebih dari 60% tayangan televisi menyajikan hiburan yang banyak menyesatkan. Baik mengenai pornografi, pornoaksi, mistik, gaya hidup, dll. Sementara televisi ada di setiap rumah dan kini bukan menjadi barang mewah.
Kebohongan banyak diselamatkan atas nama golongan dan politik. Sementara kejujuran digadaikan untuk menjaga kehormatan dan kepentingan bagi kelompok-kelompok tertentu. Kasus SDN Gadel Surabaya misalnya, menjadi potret simbul ketidakjujuran nasional. Anak-anak dibimbing untuk tidak jujur oleh guru yang mestinya digugu dan ditiru. Begitu juga di rumah, anak-anak sering diberi contoh yang tidak selayaknya oleh orang tua.Saat ini mulai ada kecenderungan orang tua menyekolahkan putra-putrinya di pesantren. Tentunya ini sangat beralasan dengan kasus yang melanda bangsa ini. Kehawatiran orang tua tidaklah berlebihan. Orang tua lebih suka mencari model boarding school. Tinggal bagaimana respon pesantren terhadap kebutuhan orang tua seperti ini? Apakah seperti sekolah-sekolah biasa lainnya, ataukah ingin memiliki keunggulan nyata untuk menyelamatkan anak dan bangsa tercinta ini
Dimuat di Suara Maskumambang
September 2011
Sunday, July 24, 2011
Membentuk Karakter Anak di Bulan Ramadhan
Apapun namanya, yang jelas di dalam bulan Ramadhan ini Allah menjanjikan pahala yang tak terhingga dan memberikan peluang untuk menghapuskan dosa-dosa. Dalam beberapa hadis dikatakan bahwa orang yang berpuasa di bulan Ramadhan akan diampuni dosa yang telah lalu. Begitu juga bagi yang berpuasa di bulan Ramadhan diampuni dosa yang terdahulu. Tentunya ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu karena iman dan mengharap ridho dari Allah. Di bulan Ramadhan juga ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam Lailatul Qodar.
Ternyata kehadiran bulan Ramadhan masih belum bisa dilaksanakan sesuai apa yang menjadi ketentuan Allah. Masih banyak yang memahami Ramadhan sebagai simbol agenda tahunan tanpa menyentuh pada pembentukan pribadi muslim sesungguhnya. Sehingga yang tampak, begitu Ramadhan berlalu, maka berlalu pula agenda ibadah lainnya.
Ramadhan semestinya bisa dijadikan guru dalam pembentukan karakter anak. Dalam teori psikologi, kegiatan yang dilakukan 21 berturut-turut dengan sepenuh hati, maka akan melahirkan kebiasaan. Karakter adalah kebiasaan yang baik dan itu bisa dimulai dari bulan yang mulia ini. Tapi apa yang terjadi saat ini?
Fenomena yang terjadi di sekitar kita cukup memprihatinkan. Saat ini Kejujuran menjadi barang yang mahal. Kesabaran sulit untuk dicari. Nurani begitu mudah disulut oleh emosi. Di jalan-jalan hampir setiap hari terjadi tawuran antar pelajar, di masyarakat begitu mudahnya diadu domba. Di arena olahraga kehilangan sportifitas, hingga yang kalah murka dan terjadi amuk masa.
Dekadensi moral tampak nyata di depan mata. Rasa hormat anak kepada orang tua telah memudar. Jaring narkoba tertata begitu rapi, dari jaringan internasional hingga di lingkungan sekolah. Pornografi dan pornoaksi mudah dilihat dan sering dijadikan panduan bagi kalangan remaja. Kini pengaruh globalisasi menjadi tak terbendung lagi.
Relakah kita melahirkan generasi yang lemah? Genarasi yang akan menggadaikan kejujuran? Generasi yang kehilangan kesabaran? Generasi yang masuk dalam lingkaran setan? Generasi yang menjauh dari aturan Tuhan? Tidak! orang tua yang berhati emas, tidak akan mengharapkan generasi yang lemah.
Dalam data komnas perlindungan anak didapatkan, bahwa perilaku anak cukup memprihatinkan dan sudah masuk pada wilayah emergency. Menurut data yang dikutip dari Media Indonesia 18 Januari disebutkan bahwa pengakuan remaja di kota besar dalam berhubungan seks pranikah sebagi berikur: 62,7% remaja pernah melakukan, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja pernah berciuman dan oral seks, 97,0% remaja pernah nonton video porno.
Di sisi lain, narkoba juga menjadi persoalan yang cukup serius untuk ditangani. Dari data Badan Narkotika Nasional (BNN) ada sekitar 3.600.000 jumlah pengguna narkoba di Indonesia. Dari jumlah itu, 41% adalah pengguna pemula, yaitu usia 14 sampai 18 tahun (Republika online, 26/06/2010).
Problem ini menjadi tanggung jawab bersama. Mulai dari pengambil kebijakan di tataran pemerintah pusat hingga di tataran pemerintah paling bawah, di kelurahan yang dibantu oleh RW dan RT. Begitu juga di organisasi sosial keagamaan saling bersinergi. Tidak kalah penting dan memegang peranan yang sangat strategis adalah orang tua di rumah dan guru di sekolah. Ketika semua merasa bertanggung jawab dan saling bersinergi akan mampu membangun generasi yang berkarakter. Dengan pencanangan Pendidikan Karakter di Indonesia, mudah-mudahan keadaan semakin membaik.
Semoga bulan Ramadhan kali ini menjadi momen penyadaran bagi semua elemen masyarakat. Ramadhan bukan sekedar agenda formalitas dan simbolik, tetapi mampu membangun sinergi dalam pembentukan karakter anak.
Materi Bulan September : Anak-anak Mulai Kehilangan Figur Panutan
Sabar dan Pertolongan Allah
Semua orang berharap mempunyai anak yang mudah diatur, sholeh, dan cerdas. Namun untuk sampai ke tangga yang diharapkan itu, ada serangkaian ujian yang harus dilalui oleh orang tua. Ada orang tua yang dengan mudah untuk mencapai yang diharapkan, tetapi tidak sedikit orang tua yang harus berjibaku menghadapi ujian hingga mendapatkan apa yang diharapkan. Namun banyak pula orang tua yang menyerah dan tidak berdaya menghadapi ujian ini.
Anak, bagaimanapun keadaannnya adalah darah daging yang akan menjadi generasi penerus. Memang, ketika anak memberikan agenda yang menjengkelkan, terkadang orang tua merasa kesal. Namun sekali lagi, dia adalah anak yang menjadi investasi bagi orang tua. Persoalan yang diberikan oleh anak kepada orang tua merupakan bagian dari perjuangan hidup.
Pada tingkatan tertentu orang tua akan merasa kesal terhadap agenda persoalan yang diberikan oleh sang buah hati. Namun setelah memahami dan menyadari bahwa apapun yang terjadi dia adalah anak yang perlu diselamatkan, maka dituntut satu kesabaran yang tinggi. Karena dengan kesabaran itulah manusia akan mendapatkan pertolongan dari Allah. Keyakinan inilah yang akan memperkuat orang tua dalam pengasuhan.
Seorang ulama, K.H. Dindin Solahudin dalam bukunya, ”La Tahzan For Parenting” menyatakan bahwa kesabaran yang baik, bermutu, dan terpuji itu sejatinya tidak mengenal kata habis, putus asa, dan menyerah. Ini artinya, bahwa orang tua yang memiliki kesabaran yang bermutu tinggi dan terpuji tidak akan mengenal putus asa dalam mendidik anaknya, meskipun agenda permasalahan selalu diberikan oleh anaknya. Ini adalah bagian dari ujian yang diberikan oleh Allah SWT kepada hambanya yang beriman.
Jauhkan pandangan bahwa kesabaran itu merupakan bukti sebuah kelemahan bagi orang tua dalam mendidik anak. Justru sabar adalah bukti kecintaan, ketahanan, dan kekuatan orang tua di dalam mendidik anak. Kekerasan bukanlah jalan terbaik untuk menangani anak-anak yang mempunyai masalah.
Seringkali kita menghadapi agenda permasalahan anak. Agenda permasalahan itu terkadang muncul dari internal anak kita. Namun tidak jarang permasalahan itu dorongan dari luar. Permasalahan dari luar biasanya tidak terlepas dari kondisi lingkungan yang telah mempengaruhinya. Sehingga anak-anak kita menjadi anak yang berusaha mencari identitas diri, ingin mendapatkan pengakuan. Kalau seperti ini orang tua betul-betul dituntut untuk memahami, mempelajari, dan menjadi teman untuk bisa menyelasaikan permasalahan yang dihadapi. Untuk masalah ini juga membutuhkan kesabaran.
Perlu difahami bersama bahwa sabar bukan menunjukkan seseorang itu lemah, justru sabar adalah bukti bahwa orang tua mempunyai kekuatan, dan keteguhan dalam mendidik anaknya. Sabar merupakan sikap positif yang dimiliki oleh orang tua. Dengan bersikap sabar, maka banyak manfaat yang didapatkan. Sabar akan selalu berbuah kemuliaan dan yakin bahwa Allah selalu menolong orang yang sabar asalkan dengan sandaran yang kuat yaitu dengan salat dan selalu minta pertolongan kepada-Nya.
Dimuat di MAJALAH MAYARA
Bulan Agustus 2011
Jujur, Kunci Sukses
Dalam berbagai penelitian, jujur menempati urutan pertama dalam menentukan kesuksesan seseorang. Namun sayang, justru saat ini kejujuran menjadi barang yang langka. Bahkan sulit ditemukan di sekeliling kita.
Beberapa waktu yang lalu ketika saya memberikan pelatihan tentang pendidikan karakter, ada seorang kepala UPTD yang mengatakan, “Kalau Bapak tahu ujian yang terjadi saat ini, maka ngeri.” Saya balik bertanya, “Apa yang menyebabkan ngeri pak?” Beliau hanya menjawab dengan singkat, “Kecurangan”.
Masih hangat dalam ingatan kita saat ujian nasional SD terjadi kasus yang menghebohkan Kota Surabaya bahkan Jawa Timur. Kasus itu bermingu-minggu menghiasi halaman koran nasional. Kecurangan ujian nasional yang berujung pada kerugian untuk banyak fihak. Ini menjadi terapi dan menjadi pelajaran bagi semua pihak yang mencoba untuk menggadaikan kejujuran.
Apa sebenarnya yang menyebabkan seseorang menggadaikan kejujuran? Padahal jelas bahwa kejujuran menjadi kunci kesuksesan seseorang. Ini pertanyaan yang simpel dan perlu untuk direnungkan bersama. Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang berlaku tidak jujur.
Pertama, orang berani menggadaikan kejujuran karena rasa takut. Dari rasa takut ini maka tumbuh einginan untuk tidak jujur. Takut jangan-jangan ananya tidak lulus ujian. Takut jangan-jangan sekolah hasilnya kalah dengan sekolah lain. Takut jangan-jangan kalau nilainya jelek dimutasi, dll. Perasaan takut inilah yang paling dominan tumbuhnya ketidakjujuran.
Orang tua yang suka marah-marah kepada anak menyebabkan anak takut. Ketika anak sudah mulai tumbuh rasa takut, maka akan berusaha untuk mencari banyak alasan agar tidak kena marah. Ketika alasan pertama lolos maka besok akan mencari alasan yang lain. Dengan terbiasa untuk mencari alasan, maka anak sudah terbiasa dengan ketidakjujuran. Akhirnya alasan ketidakjujuran akan menjadi hebit atau kebiasaan dan ini sangat berbahaya.
Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa 99% penyebab kegagalan adalah berasa dari orang yang mempunyai kebiasaan membuat alasan. Karena sesungguhnya alasan itu berakar dari ketidakjujuran.
Masih sedikit diantara kita yag mau mengawal kejujuran anak. Padahal itu adalah potensi dasar yang sudah dimiliki oleh anak, tetapio saat ini sudah mulai dirobohkan oleh orang-orang dewasa di sekitarnya. Alasannya sukup sederhana, yaitu untuk kepentingan orang-orang dewasa.
Ketika pertama kali orang tua atau guru mengajarkan ketidakjujuran kepada anak, mungkin hal yang biasa. Bahkan oleh orang tua atau guru menganggap itu biasa. Tetapi bagi seorang anak itu sangat berat. Jika hal yang berat itu terjadi berkali-kali, maka akan menjadi ringan dan menjadi pembiasaan. Jika demikian, maka orang tualah yang memiliki andil menghancurkan masa depan anak-anaknya sendiri.
Kedua, orang berani menggadaikan kejujuran karena keserakahan. Banyak orang yang berani berbuat curang karena sifat serakah, ingin menumpuk-numpuk kekayaan. Dan tidak sedikit mereka berujung dengan kenistaan. Jangankan di akhirat di duniapun mengalami petaka. Ini pun sebenarnya muncul dari rasa takut, yaitu takut menghadapi hidup.
Banyak anak yang cerdas dengan nilai yang gemilang, itu tidak menjamin anak kelak menjadi sukses. Banyak anak yang terlahir dari orang tua yang kaya, itu juga tidak menjamin anak kelak akan menjadi sukses. Kesuksesan tidak terletak pada kecerdasan yang dimiliki. Begitu juga keturunan, tidak menjadi kesuksesan seseorang. Justru kesuksesan lebih banyak ditentukan oleh mental seseorang. Jika sejak kecil sudah memiliki mental positif, maka kelak akan tumbuh menjadi manusia yang sukses. Siap menghadapi tantangan dengan modal kejujuran, kemampuan, dan ketangguhan.
Dimuat dimuat di MAJALAH MAYARA
Bulan Juni 2011
Tuesday, May 24, 2011
Pilar Pendidikan Karakter Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya
Ada empat pilar pendikan karakter yang sudah di rumuskan oleh Perguruan Islam Al-Azhar Kelapa Gading sejak tahun 2009.
. Pilar Pendidikan Karakter
Untuk mengawal dan membiasakan potensi kebaikan yang dimiliki oleh anak, maka Perguruan Islam Al-Azhar Kelapa Gading mengambangkan pola karakter dengan 4 pilar: (Rumusan Cipayung)
1. Robbaniyyah (Hubungan manusia dengan Allah)
a. Memiliki keimanan yang kokoh
~ Selalu optimis (Roja’)
b. Menerapkan keimanan dalam perilaku sehari-hari
~ Takut berbuat dosa (Khauf)
c. Memiliki ketaatan dalam beribadah
~ Ikhlas dalam beribadah
~ Mendirikan shalat wajib dan sunnah
~ Selalu menunaikan zakat
~ Terbiasa membaca Al-Qur’an
~ Menjalankan puasa
~ Membiasakan berinfak dan berkurban
~ Mengucapkan kalimat thoyyibah
~ Sabar dan adil
~ Membiasakan ibadah sunnah
~ Membiasakan menutup aurat
2. Insaniyyah (Hubungan sesama manusia)
a. Meneladani sifat-sifat Allah dalam hubungannya sesama manusia
~ Memiliki sifat sabar (as-Shabuur)
~ Memiliki sifat kasih sayang (ar-Rahman)
~ Memiliki sifat adil (Al-Adl)
~ Memiliki sifat bersyukur (As-Syakur)
~ Memiliki sifat mensucikan diri (Al-Kudus)
~ Memiliki sifat berani (Al-Aziz)
~ Memiliki sifat lemah-lembut (Al-Latif)
~ Memiliki sifat cerdas (Ar-Rasyid)
~ Memiliki sifat pemaaf (Al-Afwu)
b. Meneladani sifat-sifat Rasulullah dalam hubungannya sesama manusia
~ Memiliki sifat Siddiq
~ Memiliki sifat amanah
~ Memiliki sifat tabligh
~ Memiliki sifat fathonah
c. Mengaplikasikan pesan-pesan Al-Qur’an dalam hubungan sesama manusia
~ Berbakti kepada kedua orang tua
~ Ikhlas beramal
~ Rajin bekerja
~ Ramah dalam pergaulan
~ Ulet dalam menggapai cita-cita
~ Logis dalam berfikir
~ Waspada terhadap napza
~ Amanah dan dapat dipercaya
~ Lemah lembut dalam tutur kata
~ Istiqomah, teguh dalam keyakinan
~ Disiplin dalam segalan hal
~ Adil dalam segala tindakan
~ Ikram, hormat kepada guru dan sesama manusia
~ Nadzafah, bersih hati, pakaian, dan lingkungan
3. Ilmiyah (Hubungan dan sikap terhadap ilmu pengetahuan)
a. Siap belajar
b. Kejujuran ilmiyah
c. Berfikir logis dan sistematis
d. Bersikap haus ilmu
e. Bersikap ulet dan gigi
4. Alamiyah (Hubungan terhadap alam sekitar)
a. Memelihara kelestarian alam
b. Memanfaatkan Alam
c. Melakukan tadabbur dan tafakkur alam
Catatan:
Empat pilar di atas dijabarkan dalam SKL (Standar Kompetensi Lulusan) yang meliputi Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, materi, dan penailaian. Dari sinilah, kemudian diintegrasikan di dalam semua mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler, serta pembinaan karakter di pagi hari. Selain itu ada pengawalan budaya sekolah yang dilakukan terus menerus oleh semua guru.
Pendidikan Karakter Jangan Salah Arah
A. Latar Belakarang
Karakter bangsa sebuah keniscayaan untuk segera dilaksanakan dalam dunia pendidikan. Karakter bangsa menjadi pilar penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karakter bangsa ini ibarat kemudi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun begitu penting, ternyata keajegan perhatian terhadap pembangunan karakter bangsa belum terjaga dengan baik, sehingga hasilnya belum optimal.
Karakter bangsa ini merupakan salah satu amanat pendiri negara dan telah dimulai sejak awal kemerdekaan. Dalam sebuah pidatonya, pendiri negara pernah berpesan bahwa tugas bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan adalah mengutamakan pelaksanaan Nation and Character Building. Bahkan beliau telah wanti-wanti ”Jika pembangunan karakter bangsa tidak berhasil, maka bangsa indonesia akan menjadi bangsa kuli.”
Banyak permasalahan di sekitar kita. Berdasarkan survey Komnas Perlindungan Anak, PKBI, BKKBN tentang perilaku remaja yang telah melakukan hubungan seks pranikah di perkotaan sebagai berikut: 62,7% siswi SMP pernah melakukan. 21,2% remaja pernah aborsi. 93,7% remaja SMP dan SMA pernah melakukan ciuman dan oral seks. 97,% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. (Media Indonesia, 18 Januari)
Data tentang korupsi pejabat misalnya, dari hasil riset yang dilakukan dalam Transparency International Corruption Perceptions Index 2009, masih menempatkan Indonesia pada peringkat yang sangat memperihatinkan. Terkait dengan penyalahgunaan narkotika, Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2009 tercatat adanya 3,6 juta pengguna narkoba di Indonesia, dan 41% diantara mereka pertama kali mencoba narkoba di usia 16-18 tahun, yakni usia remaja SMP-SMU. (Republika online, 26/06/2009). Dan masih banyak permasalahan lain di negeri ini yang perlu diselesaikan melalui pendidikan.
Melihat fenomena seperti ini maka wajar jika pemerintah menjadikan pendidikan karakter program unggulan. Ini artinya pemerintah serius untuk menangani persoalan bangsa. Tidak ingin bangsa ini menjadi bangsa kuli. Tidak ingin bangsa ini semakin terpuruk nilai-nilai moral yang berakibat rusaknya sendi-sendi tatanan bangsa.
B. Memahami Konsep Pendidikan Karakter
Karakter menurut kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter juga bisa diartikan tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan. Karakter juga diartikan watak, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau kepribadian.
Aristoteles membedaan moral dengan pendidikan karakter. Moral adalah ajaran atau aturan tentang seperangkat nilai-nilai untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Moral masih bersifat normatif berupa seperangkat aturan yang dijadikan acuan dalam pendidikan karakter.
Pendidikan Karakter menanamkan kebiasaan (Habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa menjadi faham (domein kognitif) tentang mana yang benar dan mana yang salah. Mampu merasakan (domein afektif) tentang mana yang baik. Dan keinginan untuk melakukan (domein Psikomotor).
Pendidikan Karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dipraktikan dan dilakukan, bisa melahirkan kepribadian. Pendidikan karakter inilah yang bisa mengantar anak-anak kita menjadi sukses mulia. Tentunya melalui keteladanan, pesan mulia, dan pendampingan.
Pendidikan karakter adalah internalisasi nilai-nilai kelayakan yang dikawal dalam pembiasaan hingga melahirkan kepribadian yang mulia. Nilai-nilai kelayakan yang dijadikan teladan adalah sifat-sfat mulia rasulullah, yaitu siddiq, amanah, tablig, fathonah. Dalam rumusan nasional disebut dengan olah hati, olah rasa & karsa, olah raga, dan olah fikir.
Tujuan pendidikan karakter pada tingkat institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masayarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas.
C. Pola Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Kemendiknas telah merancang ‘grand design’ pembelajaran pendidikan karakter. Itu yang harus dijadikan acuan. Acuan yang telah ditetapkan Kemendiknas terkait pendidikan karakter adalah pengelompokan konfigurasi karakter, yakni olahhati, olahpikir, olahraga, dan olahrasa-karsa.
Olahhati bermuara pada pengelolaan spiritual. Dalam agama dikenal sifat siddiq yang dimiliki oleh Rasulullah. Dalam pandangan psikologi dikenal spiritual quotion (SQ). Bagaimana membangun hubungan yang mesra dengan sang Kholik.
Olahpikir bermuara pada pengelolaan intelektual. Dalam agama dikenal sifat Fathonah yang dimiliki oleh Rasulullah. Dalam pandangan psikologi dikenal intellectual quotion (IQ). Bagaimana membangun kecintaan dengan ilmu pengetahuan. Membentuk manusia menjadi manusia pembelajar.
Olahrasa/Olahkarsa bermuara pada pengelolaan emosi dan kreativitas. Dalam agama dikenal sifat Tabligh yang dimiliki oleh Rasulullah. Dalam pandangan psikologi didikenal emotional quotion (EQ). Bagaimana membangun hubungan antar manusia dan mengolah daya kreatif menjadi hal yang perlu ditata sejak awal.
Olahraga bermuara pada pengelolaan fisik. Dalam agama dikenal sifat amanah yang dimiliki oleh Rasulullah. Dalam pandangan psikologi dikenal Adversity quotion (AQ). Bagaimana manusia bisa menjaga kesehatan sebagai amanah untuk bisa memakmurkan bumi ini. Tanpa fisik yang kuat, sulit memegang amanah sebagai kholifah di muka bumi. Selain itu mampu untuk mengubah hambatan menjadi peluang dengan fisik yang kuat.
Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya tahun 2009 telah merumuskan pendidikan dengan empat pilar, yaitu robbaniyyah, insaniyyah, ilmiyyah, dan alamiyah. Empat pilar ini disinergikan dengan konsep yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Keempat konfigurasi penanaman pendidikan karakter tersebut dilaksanakan dengan serius oleh seluruh pemangku kepentingan. Di sekolah dilaksanakan melalui rancangan kegiatan pembelajaran dan tidak boleh melenceng dari acuan kemendiknas. Selain itu dibuat model budaya karakter dengan pendampingan yang serius. Di rumah, orang tua memiliki budaya karakter yang bisa dijadikan acuan. Begitu juga di masyarakat ikut bersinergi dalam membangun karakter anak. Ketika segi tiga emas ini bisa bersinergi dengan baik, maka apa yang menjadi keresahan semua pihak bisa diminimalisir. Rumah, sekolah, dan masyarakat memiliki perhatian yang sama dalam membangun masyarakat yang “Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur”
Untuk memudahkan langkah pelaksanaan pendidikan karakter, maka ada langkah yang perlu dilakukan oleh sekolah. Meskipun pendidikan karakter ini bukan pelajaran khusus, tetapi ada kesempatan bagi seorang guru untuk melakukan pembinaan kepada anak dan pendampingan. Hal ini untuk melakukan pengawalan sehingga terbentuk pembiasaan dan terbangun karakter yang mulia.
1. Pemodelan / Keteladanan (Budaya Positif)
Dalam perkembangannya, setiap orang melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah masa tanam. Masa tanam ini berkisar antara usia 0 sampai 7 tahun. Tahap kedua adalah masa model. Masa model berkisar antara usia 7 sampai 14 tahun. Tahap ketiga adalah masa sosial. Masa sosial berkisar antara 14 sampai 21 tahun.
Tahap pertama dan kedua menjadi tahap yang paling menentukan. Pada masa tanam, anak-anak belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Apapun yang terekam di dalam fikiran itulah yang dikerjakan, tanpa menanyakan benar atau salah. Usia ini apa kata yang ada di sekelilingnya. Pembiasaan lingkungan keluarga akan menentukan perkembangan berikutnya.
Begitu juga di sekolah, peran guru cukup strategis.Tingkah laku dan ucapan guru menjadi perhatian bagi anak. Di saat inilah konsep-konsep itu akan tersimpan dalam memori jangka panjang anak. Bahkan terekam dan tersimpan di dalam alam bawah sadar anak.
Tahap kedua masa pemodelan. Anak-anak akan selalu mencari figur yang bisa dijadikan model. Awalnya akan melihat orang tua sebagai model. Selanjutnya anak juga akan mencari model dari guru. Di sinilah peran orang tua dan guru. Perilaku dan ucapan orang tua dan guru menjadi model bagi anak.
Ketika model tidak dijumpai di dalam rumah. Begitu juga, di sekolah anak tidak menemukan model dari seorang guru, maka anak akan mencari model di luar. Paling muda adalah model di TV, selebriti, baik penyanyi maupun aktor sinetron. Bahkan bisa juga model anak-anak yang ada di luar rumah.
Untuk lebih memudahkan dalam pengawalan dan pengamatan, maka sekolah dan rumah membuat budaya positif. Budaya sekolah mulai masuk hingga siswa pulang tertulis secara sistematis. Budaya itu berlaku untuk semua, tanpa kecuali. Begitu juga di rumah. Budaya ini yang menjalankan adalah pemimpin sekolah, kemudian guru, selanjutnya siswa. Begitu juga di rumah, orang tua yang memulai menjalankan budaya dan diikuti oleh anak.
2. Pesan Moral
Anak-anak tahu mana yang baik dan mana yang buruk tidak lepas dari pesan orang dewasa. Ketika pesan itu masuk ke dalam memori dan dihayati, kemudian diaplikasi, maka akan membentuk sebuah karakter. Pesan itu bisa terucap bisa juga tertulis. Perlu diketahui bahwa pesan yang mudah difisualkan lebih mengena dan lebih mudah tersimpan dalam waktu yang cukup panjang.
a. Pesan Terucap
Pesan yang terucap sering kali disampaikan oleh orang tua dan guru kepada anak. Pesan yang terucap bisa dalam bentuk masehat, bisa juga dalam bentuk kata bijak, bahkan bisa juga dalam bentuk cerita. Sekali lagi, ketika pesan terucap itu bisa digambarkan, bisa difisualkan, maka lebih mengena dan bisa tersimpan dalam memori jangka panjang.
b. Pesan Tertulis
Selain pesan terucap dari orang tua dan guru, bisa juga pesan itu dalam bentuk tulisan. Banyak sekolah yang memasang tulisan-tulisan bijak sebagai bentuk pesan moral kepada anak. Pesan tertulis yang dibaca secara berulang-ulang akan membentuk karakter mulia pada anak. Pesan tertulis juga bisa berupa buku cerita yang mengandung nilai moral.
3. Integrasi Kurikulum
Pendidikan karakter terintegrasi dalam semua mata pelajaran dan kegiatan pengembangan diri, baik yang terprogram melalui ekstra kurikuler maupun yang tidak terprogram. Setiap mata pelajaran selalu memasukkan indikator karakter. Hal ini bisa dilihat di dalam lesson plan. Begitu juga yang terkait dengan ekstra kurikuler dalam rangka membangun karakter siswa. Hal ini bisa dirumuskan bersama-sama agar bisa difahami oleh semua warga sekolah.
Karakter tidak membutuhkan biaya yang tinggi, tetapi dibutuhkan komintmen yang tinggi dari semua pemangku kepentingan. Pelaksanaan karakter dibutuhkan konsistensi, tentunya dengan sistem yang baik. Ketika semua mekanisme berjalan dengan baik, pendidikan karakter akan membuahkan kepribadian yang mulia.
Penulis:
Drs. Najib Sulhan, MA