Monday, October 27, 2008

Memulai dari Cita-Cita

“Apa cita-citamu nanti kalau sudah besar?” Tanya seorang ibu kepada anaknya yang masih duduk di bangku TK. Si anak menjawab sekenanya, “Aku ingin menjadi dokter, aku ingin menjadi pilot, aku ingin menjadi guru, aku ingin menjadi superman, dan lainnya.”
Dari jawaban pertanyaan yang disampaikan oleh seorang ibu, sebenarnya masih bisa dikembangkan lagi. “mengapa kamu ingin menjadi dokter, menjadi pilot, menjadi guru, menjadi superman, dll”. Jawaban anak itu sekenanya, tetapi minimal ia sudah mempunya konsep tentang dokter, pilot, guru, superman, atau lainnya.
Pertanyaan itu merupakan benih yang kita semai. Sementara jawaban anak yang sekenanya itulah benih yang sudah uncul tunasnya. Meskipun suatu saat jawaban anak akan berubah-ubah dan itu pasti terjadi. Tetapi minimal ia sudah mempunyai arah sesuai dengan pandangan yang positif.
Dari sinilah orang tua sudah mulai bisa memasukkan konsep-konsep dasar bagi anak. Apa itu itu, dokter, guru, bahkan superman sekalipun. Apa yang baik dalam obsesi anak itulah yang perlu didekatkan dengan alam nyata dan nilai-nilai agama. Seperti anak suka dengan superman, mengapa? Superman itu adalah cerita hayalan. Tetapi ada nilai baik yang ada di dalam bayangan anak tentang superman, maka orang tua tinggal mengarahkan saja.
Begitu juga yang mempunyai cita-cita menjadi dokter, guru, dan lainnya selalu ada alasan, meskipun alasan itu sangat sederhana bahkan terkadang tidak masuk akal. Hal itu perlu diketahui bahwa pada diri anak sebenarnya banyak hal yang ingin diungkapkan, tetapi keterbatasan kosa kata dan pengalaman sehingga cukup diwakili oleh kata-kata yang kadang-kadang tidak masuk akal. Pada saat seperti inilah maka orang tua bisa masuk memberikan pemahaman yang bisa diterima oleh anak.
Kadang-kadang cita-cita anak tidak diungkapkan lewat kata-kata, tetapi langsung dipraktikkan. Ada anak yang langsung praktik mengajar di hadapan teman sebayanya. Ada yang naik guleng dan membayangkan dia sedang menjadi pilot. Ada pula yang main dokter-dokteran. Jika dirasa apa yang dilakukan oleh anak itu baik, maka perlu difasilitasi. Tetapi jika itu kurang baik, maka diberi pengertian yang baik.
Nah, sekarang Pernahkah Anda bertanya kepada anak tentang cita-citanya? Barangkali hal ini oleh sebagian orang tua tidak penting. Namun bagi yang ingin membangun masa depan anak hal ini sangatlah penting sebagaimana contoh-contoh yang sudah dipapatkan di atas.
Keberhasilan seseorang tidak lepas dari sebuah mimpi. Mimpi adalah cita-cita yang dibangun sejak awal. Jika tidak dilatihkan kepada anak-anak hal itu bukan hal yang mudah. Bahkan saat ini banyak anak SMA yang belum mengetahui cita-citanya. Sehingga sekolah hanya mempunyai tujuan untuk mendapatkan satu ijazah. Apalagi dengan adanya Ujian Nasional Sebagai kelulusan, target utamanya adalah lulus. Setelah lulus apa yang dilakukan? Masih banyak yang mengatakan “Tidak tahu”.
Ketika orang tua sudah memberikan rangsangan kepada anak dengan mengetahu cita-citanya, satu tahap sudah dilakukan. Berikutnya anak-anak dikenalkan apa yang menjadi cita-citanya itu. Tahap yang yang tidak bisa ditinggalkan adalah mengenalkan kepada anak bahwa semua cita-cita itu adalah untuk mengabdikan diri kepada Allah. Sebagaimana Allah berfirman: “ Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.”
Untuk mengembangkan cita-cita anak, sebaiknya orang tua tetap memasukkan nilai-nilai agama bagi anak. Jangan sampai semua cita-cita itu hanya dikaitkan dengan kesuksesan di dunia semata.
Saat ini banyak orang tua yang terjebak pada urusan dunia semata. Padahal tujuan akhir manusia adalah akhirat. Di sinilah kita harus bisa melibatkan Allah dalam segala konsep di dalam mengembangkan kecerdasan anak agar kelak anak-anak bisa tumbuh sempurna dalam lindungan dan petunjuk dari Allah. Apapun usaha yang kita lakukan akan senantiasa mendapat balasan dari Allah. “Jika kita berbuat baik, maka perbuatan untuk diri kita sendiri. Jika kita berbuat jelek, maka perbuatan jelek untuk diri sendiri.”Semoga kita bisa menanam benih-benih kebaikan kepada anak. Kelak kita akan menuai apa yang sudah kita tanam. Hanya anak-anak yang solehlah yang menjadi investasi terbesar bagi orang tua kelas di akhirat. Dan menjadikan orang tua bahagia saat menghadap sang Maha pencipta.

No comments: