Monday, October 15, 2012

Anak Menurut Pandangan Al-Qur'an

”Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ”Bukankan Aku ini Tuhanmu” Mereka menjawab, ”Betul, Engkaulah Tuhan kami, kami menjadi saksi..” (Q.S. Al-A’rof: 172)
Setiap anak terlahir dalam keadaan suci, selalu meng-ilahkan Allah. Ini artinya, tidak ada anak yang lahir dengan membawa rangkaian dosa dari orang tua. Namun seiring dengan perjalanan hidup, mereka memiliki tingkah laku yang berbeda. Perubahan tingkah laku ini justru dampak dari pengaruh lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga, pendidikan, maupun masyarakat tempat tinggal anak. Rasulullah bersabda, ”Setiap manusia lahir dalam keadaan suci, maka orang tualah yang menjadikan Yahudi, Majusi, dan Nasrani.”
Sebagai rujukan yang selalu terbukti kebenarannya dan tidak bisa diragukan, Al-Qur’an memberikan gambaran tentang tingkah laku anak sebagai hasil dari proses perkembangan anak. Ada empat model tingkah laku anak menurut al-Qur’an.
a.   Anak sebagai penyejuk mata
Semua orang tua berharap dikaruniai anak yang bisa menyejukkan mata hati. Anak yang selalu memegang tali kebenaran dalam setiap langkah. Anak penyejuk mata hati menjadi investasi bagi orang tua. Baik di dunia maupun di akhirat senantiasa mengawal orang tua dengan doa-doa dan perilaku mulia.
Meskipun kehidupan di dunia putus, doa anak penyejuk mata tetap mengalir. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw.
“Ketika anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amal perbuatan, kecuali tiga hal. Sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang senantiasa mendoakan orang tua”.
Sungguh beruntung jika kita semua memiliki anak penyejuk mata hati. Untuk itulah setiap  saat orang tua selalu berharap lewat doa sepanjang hari.
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan anak-anak sebagai penyejuk mata/ penyenang hati dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Al-Furqon:74)

b.   Anak sebagai hiasan
Anak yang menjadi hiasan bagi orang tua adalah anak yang sekedar memberikan kebahagiaan di dunia. Anak seperti ini hanya sebagai kebanggaan untuk jangka pendek, yakni berlaku di dunia. Tak ubahnya seseorang memiliki kekayaan berupa harta benda, seperti mobil, rumah, semua itu tidak sampai dibawa mati.
Ketika kehidupan dunia putus, maka putuslah semua urusan dengan anak. Anak sebagai hiasan tak mampu memberikan kontribusi kepada orang tua saat kematian telah tiba. Orang tua hanya membawa amalan yang dilakukan sendiri. Sementara anak, tak mampu berperan dengan doa-doanya dan amal perbuatannya.
Sungguh merugilah kondisi orang tua yang hanya mempunyai anak sebagai hiasan. Sebagai hiasan anak hanya kebanggaan, sebagai benda yang hanya untuk dipamerkan. Kelebihan-kelebihan anak bukan nilai-nilai spiritual. Kelebihan-kelebihan anak masih bersifat duniawi. Anak-anak tidak mengerti cara berbakti. Anak-anak tidak bisa berdoa dan melanjutkan amalan baik yang sudah dilakukan oleh orang tua.betapa ruginya jika ini yang terjadi.
     “Harta dan anak-anakmu adalah hiasan kehidupan dunia.”(Q.S. Al-Kahfi:46)

c.   Anak sebagai fitnah
Anak-anak terkadang tumbuh tidak sesuai dengan harapan orang tua. Malah tidak sedikit anak-anak justru menjadi ujian bagi orang tua. Mungkin di rumah tidak ada masalah dengan orang tua. Tetapi mereka menjadi fitnah dari tingkah pola yang dilakukan di luar rumah. Agenda permasalahan muncul dari sikap dan tingkah laku di luar rumah.
Di rumah, tutur katanya sopan dan tidak menampakkan perilaku yang buruk. Namun ketika di luar pengaruh teman, membuatnya ikut terbawa arus pergaulan yang salah. Ketika sudah berhubungan dengan pihak yang berwajib, maka orang tualah yang terkena dampak negatif dari perilaku anak.
Anak-anak saat ini sulit membedakan baik dan buruk. Justru yang sering menjadi pilihan bagi anak adalah senang dan tidak senang. Jika modalitas spiritual kurang, maka pilihan anak-anak adalah yang menyenangkan dengan mengabaikan nilai-nilai kebenaran. Persoalan inilah yang kini menjadi masalah besar. Perilaku anak tidak lagi mempertimbangkan kebenaran. Banyak dijumpai anak-anak salah arah yang jauh dari harapan orang tua dan harapan agama.
    “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah bagimu, di sisi  Allahlah pahala yang besar.”(Q.S. At-Taghobun:15)

d.   Anak sebagai musuh 
Tidak ada satupun orang tua yang ingin melahirkan anak durhaka. Anak yang justru akan menjadi musuh bagi orangtuanya. Jangan mengira anak yang dilahirkan selalu bisa menjaga orang tua. Itulah sebuah harapan.  Namun, perkembangan zaman yang miskin nilai-nilai positif, kerap menyeret anak-anak dalam kedurhakaan.  Berperilaku sadis dan bengis terhadap orang tua. Ketika keinginannya tidak terpenuhi, justru melampiaskan kepada amarah kepada orang tua.
Tidak sedikit anak yang menyeret orang tuanya ke pengadilah karena masalah harta. Ada juga anak yang tega-teganya menodai kehormatan orang tua yang telah melahirkannya. Bahkan ada anak yang tega membunuh orang tuanya sendiri. Naudzubillhi min dzalik.
“Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.”(Q.S. At-Taghobun: 14)
Pola pengasuhan dan pendidikan di sekolah sangat memberikan corak dan warna bagi anak-anak. Untuk itu berikan yang terbaik bagi anak-anak. Kelak anak-anak akan memberikan yang terbaik bagi orang tua. Yakin dan selalu minta perlindungan kepada Allah. Insya-Allah anak-anak kita akan diselamatkan dari jurang kehancuran.

Oleh: Drs. Najib Sulhan

Sunday, April 15, 2012

Solusi Bijak dengan Kata Bijak

Dan hendaklah takut kepada Allah, andaikata sesudah wafatnya meninggalkan generasi yang lemah, yang mereka khawatirkan nasib mereka akan terlunta-lunta. Karena itu hendaklah mereka taqwa kepada Allah dan mengucapkan (berkomunikasi) dengan kata-kata yang lemah lembut / kata-kata yang baik. (Q.S. An-Nisa’ : 9)

Remaja hari ini adalah pemimpin untuk masa yang akan datang. Ungkapan ini menempatkan sosok remaja untuk mendapatkan perhatian yang serius. Maju dan tidaknya masa depan bangsa akan ditentukan oleh kondisi yang terjadi saat ini.
Ada dua kata kunci yang disampaikan oleh Allah dalam membangun generasi yang kuat, yaitu taqwa kepada Allah dan mengucapkan kata-kata yang baik. Ketika dua persoalan ini dibangun sejak kecil, maka kelak akan tumbuh pemimpin-pemimpin yang kuat. Sebaliknya, ketika dua persoalan ini diabaikan, maka yang lahir adalah pemimpin-pemimpin yang lemah. Pemimpin yang bermental korup, pemimpin yang menjilat sana sini untuk melanggengkan kekuasaannya, pemimpin yang hanya mementingkan kekuasaan, dan pemimpin yang suka dengan sumpah palsu atau tidak mau bersaksi walau tahu dengan penyakit lupa dan tidak tahu. Inilah gejala yang mulai berkembang saat ini.
Persoalan dunia, kesibukan mencari nafkah, serta berbagai kepentingan orang tua, kadang lupa bagaimana menyiapkan generasi yang akan datang, pemimpin masa depan. Di rumah, kadang tidak ada waktu untuk bercakap-cakap dengan anak. Kalaulah ada, kualitas komunikasi tak diharapkan oleh anak.
Kadang karena kesibukan orang tua, ketika ada anak ingin bercerita, diabaikan tanpa diperhatikan. Ini yang membuat anak tidak ingin bercerita atau curhat kepada orang tua. Bahkan tidak jarang ketika ada keluhan dari anak, respon orang tua marah dan menyalahkan anak. Ini pula yang menyebabkan anak jauh dari orang tua.
Ada satu hal yang sangat memprihatinkan dari persoalan komunikasi anak dengan orang tua. Dari data penelitian yang pernah saya lakukan, Ketika anak-anak menghadapi permasalahan dalam keseharian, justru mereka lebih senang curhat dengan teman, dengan facebook, atau benda-benda lain seperti gitar, bila dibanding curhat kepada orang tua. Alasannya cukup klasik. Orang tua sangat sibuk dengan urusannya sendiri. Orang tua tidak ada waktu, bahkan ada yang mengatakan orang tua marah melulu ketika anaknya ada masalah. Padahal si anak membutuhkan solusi bijak dengan kata yang bijak dari orang tua ketika menghadapi masalah.
Ketika anak-anak sudah menganggap orang tua tidak bisa diajak berbicara, maka harus berhati-hati, Di saat komunikasi anak dengan orang tua mengalami jalan buntu, maka yang terjadi, anak menyalurkan komunikasi yang tidak pada tempatnya. Di kota-kota besar ada tempat yang sangat berbahaya. Ada diskotik, plaza, kafe, tempat karaoke, dan lain-lain. Tempat itu bukan untuk menenangkan hati anak yang gundah, tetapi banyak tawaran barang maksiyat yang akan menyesatkan anak-anak kita.
Kata-kata yang bijak akan selalu meneguhkan hati. Kata-kata yang bijak akan selalu menguatkan langkah. Kata-kata yang bijak selalu meringankan anak saat masalah mulai menghampiri. Anak-anak kita butuh motivasi, butuh dorongan moral dari orang tua yang bijak. Kalau tidak di lingkungan rumah dan di sekolah, di mana lagi untuk melatih, mengajari, dan menguatkan anak-anak yang kelak akan menjadi pemimpin.
Di TV tidak ada jaminan bagi anak-anak untuk bisa meneguhkan hatinya. Semua agenda telah dibalut dengan kepentingan. Ustad yang tampil sosoknya telah menjelma menjadi artis. Asal enak ditonton, kini tuntunan dikemas dengan dagelan. Sementara artis berani melakukan apa saja agar laris manis. Tentunya tidak layak untuk menjadi tontonan bagi anak-anak. Tapi nyatanya, tontonan itu kini mulai dijadikan tuntunan. Begitu juga politisi, banyak mengobral kata-kata yang tak berarti. Kebohongan tak lagi menjadi barang tabu. Justru kadang merasa bangga ketika kebohongan yang jelas-jelas nyata itu lepas dari jerat hukum. Kini kata-kata lupa, tidak tahu, menjadi alat ampuh untuk menutupi kebusukan itu. Sungguh ini menjadi pemandangan yang tak menguntungkan bagi anak-anak yang kelak menjadi pemimpn masa depan.
Menjadi tugas orang tua untuk bisa menyiapkan generasi yang tangguh. Generasi yang senantiasa menjaga ucapan-ucapan yang baik. Ucapan yang mencerminkan rasa takut kepada Allah. Itulah kata-kata yang jujur, kata-kata yang berjiwa tauhid. Kata-kata yang selalu mendapatan keselamatan dan kebahagiaan.
Marilah kita selamatkan anak-anak dengan kata yang meneguhkan, kata yang bijak. Ucapan yang baik dan kata yang bijak adalah penyelamat. Sebaliknya, kebohongan dan kata-kata busuk adalah kezaliman. Semua akan berbalas dan tidak ada satupun yang bisa disembunyikan dari pantauan Sang Pencipta. Allah mengingatkan di dalam surat Ibrahim ayat 27.
”Allah meneguhkan pendirian orang beriman dengan ”ucapan yang baik/ucapan yang meneguhkan” itu, baik selama ia hidup di dunia, maupun di akhirat nanti, dan membiarkan sesat orang yang zalim. Dan Allah melakukan apa saja yang Dia kehendaki.

Dimuat Majalah Mayara
April 2012

Tuesday, March 20, 2012

Anakku Kebanggaanku

Anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah kepada orang tua. Sebagai amanah, maka orang tua bertanggung jawab mengasuh, mendidik, dan membekali anak agar kelak sesuai dengan harapan Allah, yaitu senantiasa beribadah kepada Allah.
Anak juga sebagai anugerah yang besar dari Allah. Tidak semua manusia mendapat anugerah anak. Ini artinya, keberadaan anak dalam lingkungan keluarga menjadi lebih indah dan lebih bermakna. Namun demikian, tidak sedikit anak yang justru menambah agenda permasalahan bagi orang tua, bahkan tidak sedikit anak-anak yang menjadi musuh bagi orang tua.
Setiap orang tua akan merasa bangga ketika melihat anaknya cerdas. Setiap kenaikan kelas selalu menjadi yang terbaik dan setiap kali mengikuti lomba selalu menjadi yang terbaik dan bisa menjadi juara. Orang tua juga pasti akan selalu berbahagia ketika anak yang dilahirkan tumbuh menjadi orang yang kaya, bisa membeli mobil, rumah mewah, dan punya jabatan tinggi.
Kebanggaan dan kebahagiaan orang tua sangat beralasan karena memiliki anak yang sukses, cerdas, kaya, dan memiliki kedudukan di masyarakat. Kebanggaan dan kebahagiaan orang tua seperti ini masih semu. Kebanggaan dan kebahagiaan ini tak lebih dari sekedar bangga terhadap harta sebatas di dunia. Kebanggaan dan kebahagiaan ini sebatas duniawi. Ketika orang tua dipanggil oleh Allah, maka semua yang ada, kebanggan dan kebahagiaan yang telah dimiliki di dunia pasti sirna.
Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Jika seorang manusia mati maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah yang terus mengalir (pahalanya karena diwakafkan), ilmu yang terus diambil manfaatnya (diamalkan sepeninggalnya), dan anak shaleh yang selalu mendoakannya.”
Betapa bangga dan bahagia orang tua ketika mempunyai anak yang dapat menyejukkan mata hati. Ciri utama anak yang menjadi penyejuk mata adalah anak solih-solihah yang selalu mendoakan orang tua. Inilah kebanggaan dan kebahagiaan hakiki bagi orang tua.
Anak penyejuk mata hati adalah investasi berharga bagi orang tua. Mereka tak pernah melupakan Allah dan tak pernah lupa untuk berdoa kepada orang tua. Di manapun dan kapan saja selalu bisa menjaga diri. Disaat orang tua masih ada maupun sudah tidak ada, doa-doa tulus menjadi kontribusi penting bagi orang tua.
Rasulullah pernah bersabda,yang artinya “Sungguh seorang manusia akan ditinggikan derajatnya di surga (kelak), maka dia bertanya, ‘Bagaimana aku bisa mencapai semua ini? Maka dikatakan padanya: (Ini semua) disebabkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah yang selalu diucapkan oleh) anakmu untukmu.”
Sebagian ulama memberikan penjelsan tentang hadis ini. Mereka mengatakan bahwa seorang anak jika menempati kedudukan yang tinggi daripada orang tuanya di surga (nanti), maka dia akan meminta (berdoa) kepada Allah agar kedudukan orang tuanya ditinggikan (seperti kedudukannya), sehingga Allah pun meninggikan (kedudukan) orang tuanya.
Anak sungguh menjadi harta yang tak ternilai jika bisa mejadi penyejuk mata . Apa artinya anak jika sekedar menjadi hiasan, menjadi kebanggaan di dunia yang tidak memberikan nilai positif bagi orang tua. Tapi sayang, saat ini banyak orang tua yang senang dan bangga jika anaknya cukup hanya sebagai hiasan. Bangga ketika anaknya kaya, bangga anaknya pandai, bangga anaknya memiliki kedudukan sehingga bisa dijadikan bahan cerita kepada orang lain.
Banyak orang tua yang lupa menanamkan nilai –nilai karakter pada anak. Sehingga yang terjadi banyak anak yang pinter, kaya, dan punya kedudukan, akan tetapi tidak bisa berbakti kepada orang tua. Banyak anak tidak tahu cara bagaimana berbakti kepada orang tua, baik ketika orang tua dalam kondisi sehat, kondisi sakit, atau mungkin saat sudah dipanggil oleh Allah. Padahal, salah satu amal yang pernah putus yang dimiliki oleh orang tua adalah ketia mempunyai anak soleh yang senantiasa mendoakan orang tua.


Terbit di Majalah Mayara
Maret 2012

Tuesday, February 14, 2012

Model Anak Menurut Al-Qur’an

Setiap anak terlahir dalam keadaan suci meskipun seiring perjalanan hidup, mereka memiliki tingkah laku yang berbeda. Sebagai rujukan yang bias dibuktikan kebenarannya, Al-Qur’an memberikan gambaran tentang tingkah laku anak sebagai hasil dari proses perkembangan anak. Ada empat model tingkah laku anak menurut al-Qur’an.
a. Anak sebagai penyejuk mata
Semua orang tua berharap dikaruniai anak yang bisa menyejukkan mata hati. Anak yang selalu memegang tali kebenaran dalam setiap langkah. Anak penyejuk mata hati menjadi investasi bagi orang tua. Baik di dunia maupun di akhirat senantiasa mengawal orang tua dengan doa-doa dan perilaku mulia.
Meskipun kehidupan di dunia putus, doa anak penyejuk mata hati tetap mengalir. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw.
“Ketika anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amal perbuatan, kecuali tiga hal. Sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang senantiasa mendoakan orang tua”.
Berapa beruntungnya jika kita semua memiliki anak penyejuk mata hati. Untuk itulah setiap saat orang tua selalu berharap lewat doa sepanjang hari.
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan anak-anak sebagai penyejuk mata/ penyenang hati dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Al-Furqon:74)
b. Anak sebagai hiasan
Anak yang menjadi hiasan bagi orang tua adalah anak yang sekedar memberikan kebahagiaan di dunia. Anak seperti ini hanya sebagai kebanggaan untuk jangka pendek, yakni berlaku di dunia. Tak ubahnya seseorang memiliki kekayaan berupa harta benda, seperti mobil, rumah, semua itu tidak sampai dibawa mati.
Ketika kehidupan dunia putus, maka putuslah semua urusan dengan anak. Anak sebagai hiasan tak mampu memberikan kontribusi kepada orang tua saat kematian telah tiba. Orang tua hanya membawa amalan yang dilakukan sendiri. Sementara anak, tak mampu berperan dengan doa-doanya dan amal peerbuatannya. Sungguh mrugilah kondisi orang tua seperti ini.
“Harta dan anak-anakmu adalah hiasan kehidupan dunia.”(Q.S. Al-Kahfi:46)
c. Anak sebagai fitnah
Anak-anak terkadang tumbuh tidak sesuai dengan harapan orang tua. Malah tidak sedikit anak-anak justru menjadi ujian bagi orang tua. Mungkin di rumah tidak ada masalah dengan orang tua. Tetapi mereka menjadi fitnah dari tingkah pola yang dilakukan di luar rumah.
Di rumah, tutur katanya sopan dan tidak menampakkan perilaku yang buruk. Namun ketika di luar pengaruh teman, membuatnya ikut terbawa arus pergaulan yang salah. Ketika sudah berhubungan dengan pihak yang berwajib, maka orang tualah yang terkena dampak negarif dari perilaku anak.
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah bagimu, di sisi
Allahlah pahala yang besar.”(Q.S. At-Taghobun:15)
d. Anak sebagai musuh
Tidak ada satupun orang tua yang ingin melahirkan anak durhaka. Anak yang justru akan menjadi musuh bagi orangtuanya. Jangan mengira anak yang dilahirkan selalu bisa menjaga orang tua. Itulah sebuah harapan. Namun, perkembangan zaman yang miskin nilai-nilai positif, kerap menyeret anak-anak dalam kedurhakaan. Berperilaku sadis dan bengis terhadap orang tua. Ketika keinginannya tidak terpenuhi, justru melampiaskan kepada orang tua.
Tidak sedikit anak yang menyeret orang tuanya ke pengadilah karena masalah harta. Ada juga anak yang tega-teganya menodai kehormatan orang tua yang telah melahirkannya. Bahkan ada anak yang tega membunuh orang tuanya sendiri. Naudzubillhi min dzalik.
“Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.”(Q.S. At-Taghobun: 14)
Pola pengasuhan dan pendidikan di sekolah sangat memberikan corak dan warna bagi anak-anak. Untuk itu berikan yang terbaik bagi anak-anak. Kelak anak-anak akan memberikan yang terbaik bagi orang tua. Yakin dan selalu minta perlindungan kepada Allah. Insya-Allah anak-anak kita akan diselamatkan dari jurang kehancuran.

Dimuat di Majalah Mayara Pebruari 2012

Wednesday, January 4, 2012

Anak-anak Butuh Imunitas

Maka sesungguhnya di samping kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya di samping kesulitan ada kemudahan. Karena itu, bila engkau telah selesai dari satu pekerjaan, maka kerjakan pula pekerjaan berikutnya. (Q.S Al-Insyirah: 5-7)
Banyak hal yang perlu dijadikan pelajaran di dalam kehidupan sehari-hari ini. Ada pelajaran dari kegagalan dan ada pelajaran dari kesuksesan. Ada pelajaran dari diri sendiri dan ada pelajaran dari orang lain. Bahkan banyak pula kita mengambil pelajaran dari lingkungan sekitar.
Ada pelajaran yang bisa diambil dari kisah di bawah ini. Mungkin kalian pernah membaca atau mendengar cerita di bawah ini. Namun demikian, tidak ada salahnya jika di awal tahun ini kita mencoba mempelajari ulang.
”Ada seekor kupu-kupu yang berada di dalam kepompong. Dalam waktu yang cukup lama, kupu-kupu yang ada di dalam kepompong ini bergerak-gerak untuk keluar dari kepompong. Namun usahanya belum membuahkan hasil, selalu gagal.
Pada waktu yang bersamaan, ada seorang lelaki yang melihat kejadian itu. Dia mencoba mengamati apa yang dilakukan oleh kupu-kupu. Ternyata berjam-jam ditunggu tak juga keluar. Lelaki ini merasa kasihan. Ia mencoba membantu mengeluarkan kupu-kupu dari kepompong.
Lelaki itu mengambil gunting kemudian mengeluarkan kupu-kupu itu dari kepompongnya. Dalam waktu yang singkat kupu-kupu itu keluar dalam keadaan yang lemah tak berdaya. Lelaki ini berharap kupu-kupu ini bisa terbang seperti kupu-kupu lainnya. Tapi kenyataannya, kupu-kupu ini mengalami kesulitan untuk terbang. Bahkan tidak bisa terbang. Kupu-kupu hanya bisa berjalan. Itupun tidak sempurna.”
Cerita di atas sejalan dengan apa yang dibimbingkan oleh Allah kepada manusia. Allah mengajarkan kepada manusia agar tidak menjadi pemalas. Bahkan Allah menjanjikan jika seseorang mengalami kesulitan di awal waktu, pasti aan menemukan kebahagiaan di akhirnya.
Cobalah perhatikan orang-orang yang ada di sekitar kita. Orang-orang yang sukses, bukan berangkat dari kemalasan. Orang-orang sukses memiliki sejarah perjuangan dalam hidup. Perjalanan hidup itulah jejak-jejak yang perlu dipejari.

Tidak sedikit orang yang hidup dari kalangan keluarga tidak mampu justru menjadi sukses. Sebaliknya, tidak sedikit pula orang yang hidup dari kalangan keluarga sukses, justru terpuruk dalam kesulitan. Sukses dan tidaknya manusia, bukan ditentukan oleh keluarga.
Persoalan yang sering dilupakan oleh orang tua dalam mempersiapkan anak adalah imunitas. Anak-anak saat ini mudah menyerah dan tidak setangguh orang tua, kala berjuang menggapai cita-cita. Anak-anak belum banyak diberi pelajaran tentang pengalaman pahit. Anak-anak sekarang lebih banyak menerima daripada memberi. Anak-anak menjadi konsumtif dan tidak produktif. Anak-anak hidup dalam kondisi serba instan.
Anak-anak yang terbiasa dan terlatih mengisi kegiatan yang baik sejak kecil memiliki modal yang cukup besar. Imunitas (kekebalan) sangat dibutuhkan sejak kecil. Berbeda dengan anak-anak yang serba instan. Apapun sudah tersedia. Ini justru lebih berbahaya jika menghadapi masalah di kemudian hari. Ketangguhannya tidak sehebat mereka yang sudak memiliki kekebalan dalam menghadapi da menyelesaikan masalah.
Dalam sekala nasional bisa dilihat. Bagaimana perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Harta, darah, dan nyawa dapat mewujudkan impian menjadi Indonesia merdeka. Tentu atas pertolongan Allah. Itulah perjuangan, setelah bersusah-susah dan berdarah-darah menghadapi kesulitan. Akhirnya berbuah kemuliaan berupa kemerdekaan.
Sebaliknya, sekarang yang terjadi para pemimpin dan penguasa gedung-gedung kehormatan tak setangguh moyangnya. Justru ada kehawatiran yang mendalam. Kemerdekaan yang diraih susah payah akan jadi ajang berebut kekuasaan. Imbasnya adalah generasi akan datang yang tidak bisa menemukan figur panutan. Di layar kaca, di mas media, kekuasaan telah bantak menghancurkan impian masa depan anak-anak kita.
Anak-anak tidak bisa disterilkan dari lingkungan dan pengaruh yang ada. Justru yang penting adalah anak-anak perlu diberi kekebalan. Mereka siap menghadapi tantangan zaman dan tidak terpengaruh dengan potret uram yang ada. Merekalah yang akan mdmperbaiki kondisi yang ada. Anak-anak kelak bukan pemimpin yang instan, tetapi menjadi pemimpin yang tangguh dan bertanggung jawab.
Diterbitkan Majalah Mayara Januari 2012

Monday, December 19, 2011

Prestasi Non Akademik

Prestasi Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya Semester 1
Tahun Pelajaran 2011/2012
Tahun pelajaran 2011/2012 untuk nilai akademik siswa SD dan SMP masuk urutan pertama di Kecamatan Mulyorejo. Adapun untuk tingkat kota, khususnya SD masuk urutan ke 16 dari ribuan sekolah SD negeri maupun swasta di Surabaya. Memasuki tahun pelajaran 2011/2012, bukan hanya akedemik, tetapi juga non akademik. Inilah prestasi non akademik yang sudah diperoleh di semester 1.

Juara 1 Fashion Show Jawa Timur
Alhamdulillah, Anak TK Al-Azhar menjadi juara 1 dan harapan 1 dalam lomba Fashion show se Jawa Timur. Lomba yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 26 Nopember 2011 di Al-Falah Darussalam Sidoarjo.

Renang, Juara 1 POR Jatim
Sabtu, 26 Nopember 2011 dilaksanakan Pekan Olahraga (POR) Jawa Timur. Setelah lolos tingkat kecamatan, tingkat kota Surabaya, siswa SD Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya berlaga di tingkat Jawa Timur. Alhamdulillah, Renata (kelas V) mendapat medali emas renang. Mudah-mudahan bisa melaju untuk tingkat nasional. Amin.

Borong Olimpiade Mata Pelajaran
Ahad, 20 Nopember 2011 diadakan olimpiade Bahasa Inggris, Matematika, dan Sains setiap jenjang kelas di Cerefour Ngagel untuk semua jenjang di TK dan SD. Alhamdulillah, Baik TK maupun SD dapat memborong medali. Untuk TK ada 8 medali yang didapatkan. 1 medali emas, 1 medali perunggu, dan 6 juara harapan.
Untuk SD memborong 28 piala. Ada 7 anak mendapat medali emas. Ada 9 siswa mendapat medali perak. Ada 4 siswa mendapat medali perunggu. Selebihnya, 8 siswa mendapat juara harapan. Sungguh luar biasa. Ini salah satu indikator keberhasilan bidang akademik.

Tae Kwon Do Perak dan Perunggu Jatim
Ahad, 13 Nopember 2011 siswa Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya mengikuti turnamen tae kwon do tingkat Jawa Timur. Melalui persaingan yang ketat, terutama dari luar kota, alhamdulillah, ada tiga medali yang bisa dibawa pulang. M. Rahid Armadiaz (5A) Juara 2 Tae Kwon Do under 39 kg. Pandya Ahmadi Faisal (4B) Juara 2 Tae Kwon Do under 34 kg. Dedaf Banio Hartono (2B) Juara 2 Tae Kwon Do over 31 kg.

Borong 8 Piala di THR
Jum’at, 14 Oktober 2011 diadakan pentas seni UPTD Mulyorejo di THR. Kegiatan ini diikuti semua sekolah di Kecamatan Mulyorejo, mulai TK sampai SMA. Berbagai jenis kesenian dilombakan. Ada tari, nyanyi, puisi, tetembangan, dan geguritan.
Pentas seni menjadi agenda tahunan untuk mengetahui potensi dan bakat di setiap sekolah. Di mulai dari tingkat kecamatan hingga nanti tingkat Kota Surabaya. Tidak menutup kemungkinan, terbaik tingkat kota akan dipersiapkan untuk tingkat Jawa Timur hingga tingkat nasional.
Alhamdulillah, banyak piala yang dipersembahkan untuk sekolah. Untuk TK Juara 1 lomba menyanyi bersama, juara 2 membaca syair, dan harapan 1 fashion show. Untuk SD juara 1 geguritan, harapan 1 tari anak, dan harapan 1 vokal tunggal. Untuk SMP juara 1 geguritan dan juara 2 vokal tunggal.
Untuk juara 1 lomba menyanyi TK, geguritan SD dan SMP harus bersiap-siap mengikuti final. Semoga menjadi yang terbaik di ajang pentas seni tingkat Kota Surabaya. Selamat.

Juara II Adzan se Jawa Timur
19 Agustus 2011, siswa SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya mendapat juara II lomba Azan. Kegiatan ini diadakan oleh Tabloid nasional “NURANI” diselenggaran di City Tomorrow (Cito). Mukhammad Achid atau yang sering dipanggil Kiki mampu mengalahkan peserta dari daerah Gresik, Sidoarjo dan sekitarnya.

Juara III Nasyid se-Jawa Timur
Sebuah kebanggaan telah diraih oleh tim Nasyid “ALAZKA VOICE” yang baru dibentuk dua bulan. Mereka mampu bersaing dengan tim nasyid papan atas di Jawa Timur. Dari sentuhan tangan dingin Bapak Adi, siswa SMP Islam Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya tampil prima hingga lolos di babak penyisihan dan akhirnya menjadi juara III se Jawa Timur. Selamat untuk sang juara.

Juara 2 Dokter Kecil Mahir Gizi
Alhamdulillah, Siswa SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya mendapat juara 2 lomba Dokter Kecil Mahir Gizi tingkat Kota Surabaya. Kegiatan ini diawali dari pelatihan dokter kecil di Malang tanggal 4 sampai 6 Pebruari 2011. Selanjutnya pemantauan mulai bulan Pebruari sampai Maret 2011. Penilaian dilakukan selama bulan Mei 2011.
Ada beberapa materi yang dipantau oleh tim penilai. Selain kreativitas untuk daur ulang, mading tentang kesehatan, juga presentasi penyuluhan tentang kesehatan. Subhanallah, ternyata siswa yang tergabung dalam dokter kecil (Dava Valubia R, Annisa Camalia Anjani, Amelia Febriani Rizky, dan Sultan Tanri Lamoreno) tampil cukup menarik. Selamat untuk dokter kecil SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya.

Tuesday, November 29, 2011

Keteladanan Dua Generasi

Hadirnya Hari Raya Idhul Adha tidak pernah bisa dilepas dari sejarah perjalanan dan keteladanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Dua generasi, orang tua dan anak ini mampu bersinergi di dalam menjalankan ketaatan untuk menghambakan diri kepada Allah sepenuh hati. Hal ini ditunjukkan pada saat menghadapi perintah Allah yang cukup berat.
Perintah itu telah diabadikan Allah di dalam Surat As-Shaffat: 102, “Hai anakku, sesungguhnya aku bermimpi dalam tidurku, bahwa aku menyembelih engkau, maka perhatikanlah bagaiman pendapatmu? Anaknya menjawab: Wahai ayahku, kerjakan apa yang diperintahkan Allah, ayah akan mendapati bahwa aku berhati sabar, insya-Allah”
Dialog yang terdapat pada ayat di atas bukanlah sebuah drama yang sering dijumpai di TV atau panggung pertunjukkan. Dialog di atas merupakan cermin ketulusan dan keluhuran pribadi yang menjadi teladan dari dua generasi. Generasi tua yang ditunjukkan oleh seorang ayah yang bijaksana, Nabi Ibrahim AS dan generasi muda yang ditunjukkan oleh seorang anak yang memiliki kepatuhan, Nabi Ismail AS.
Sebuah keteladanan yang saat ini hampir sulit ditemui di dalam keluarga adalah membangun komitmen ketaatan. Ini tidak lepas dari pengaruh lingkungan yang memang menjauhkan manusia untuk mendekat kepada Allah, terutama dalam membimbing putra-putri tercinta. Selain itu, kesibukan tentang mengejar dunia sering kali lupa tugas utama sebagai hamba Allah untuk senantiasa mengabdi kepada-Nya. “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Berapa kali kita lalui Idul Adha dan berapa kali kita merenungi hikmah dibalik kisah yang penuh makna ini. Lalu bagaimana kualitas hidup kita saat ini? Terutama dalam membangun keluarga yang senantiasa memiliki komitmen untuk taat kepada-Nya. Apakah kehidupan kita meningkat, tetap seperti sebelumnya, atau justru kualitas iman semakin menurun?
Sudah saatnya kita berguru pada nilai-nilai yang terkandung dalam peringatan Hari Raya Idul Adha. Perilaku kesabaran dan kesadaran dalam berkorban untuk memenuhi panggilan Allah. Kegiatan ini bukan sekedar symbol formalitas, tetapi wujud pengorbanan yang tulus ikhlas sebagai bentuk ketaatan untuk menghambakan diri pada-Nya.
Ikhlas memang kata yang ringan untuk diucapkan, tetapi sulit untuk dilaksanakan dengan baik. Namun demikian perlu untuk tetap diusahakan karena bagaimanapun juga ikhlas menjadi penentu dalam setiap perilaku. Ikhlas tumbuh dari sebuah niat karena niat sebagi pengikat amal manusia. Ketika niat sudah salah, maka hasilnya akan bermasalah.
Seorang ulama, Sufyan Ats-Tsauri, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah, karena begitu seringnya niat itu berubah-ubah.” Ini artinya, kita bisa tetap waspada terhadap niat kita. Begitu ada perubahan niat yang mengarah pada hal-hal yang kurang baik, maka segeralah untuk diluruskan.
Kembali pada persoalan sinerginya dua generasi, generasi tua dan generasi muda. Islmail sebagai wakil dari generasi muda menjadi sosok manusia yang memiliki kepatuhan terhadap orang tua. Ini bukan karena apa, tetapi tidak lepas dari orang tua yang bisa menjadi teladan. Ibrahim yang mewakili generasi tua begitu dekat dengan Allah. Meskipun beliau memiliki kekuasaan untuk melakukan apa saja yang ia mau, termasuk untuk menyembelih putranya, tetapi dengan bahasa yang santun hal itu disampaikan kepada putranya. Lebih-lebih, kedua orang tuanya begitu dekat dengan Allah.
Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim AS adalah sosok perempuan yang dekat dengan Allah SWT dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap putranya. Saat Ibrahim kecil kehausan di tengah padang pasir, Siti Hajar berlari mencari air minum dari bukit Sofa ke bukit Marwah berulang-ulang. Namun usaha itu tidak ditemui hingga akhirnya dari kaki Ismail keluarlah mata air yang jernih. Itulah air zam-zam yang menjadi oleh-oleh bagi jamaah haji hingga saat ini. Kejadian itu semua diabadikan dalam rangkaian kegiatan Haji di Tanah Suci.
Anak adalah rantai generasi yang akan melanjutkan agenda orang tua. Jika kemuliaan tidak dibangun dan dicontohkan oleh orang tua kepada anak, lalu ke mana anak harus belajar tentang kebenaran. Justru dari orang tualah anak akan bisa mengabadikan kebenaran itu. Boleh jadi anak tidak taat kepada orang tua, tetapi percayalah bahwa anak akan selalu mengikuti perilaku orang tua. Jika orang tua bisa memberikan keteladanan, memberikan contoh-contoh perilaku yang mulia, maka anak akan mengikutinya. Sebaliknya, ketika nilai-nilai kemuliaan mulai ditinggal, bersamaan itu pula anak akan menjauh dari nilai-nilai kemuliaan.
Pendidikan anak menjadi persoalan yang perlu diseriusi. Perilaku anak cermin dari pendidikan yang dibangun oleh orang tua, baik yang ada di rumah maupun pendidikan di sekolah. Pendidikan di rumah menjadi tanggung jawab orang tua. Perilaku orang tualah yang banyak mewarnai perilaku anak. Sedangkan di sekolah, guru memegang peranan yang sangat strategis dalam membentuk perilaku anak. Anak yang sejak lahir memiliki kecenderungan berperilaku baik perlu dikawal dengan baik pula. Tentunya keteladanan sebagai kata kunci. Dengan demikian, kita akan melahirkan generasi seperti Nabi Ibrahim AS yang melahirkan generasi Ismail AS yang sama-sama memiliki komitmen ketaatan dalam mengabdikan diri kepada Allah dengan sepenuh hati.
Momen idul Adha perlu dijadikan pelajaran yang berharga. Khususnya bagi umat Islam dalam membangun generasi islami. Generasi yang akan mewarisi semua agenda dalam membangun Negara yang tercinta ini agar menjadi Negara penuh wibawa dengan landasan nilai-nilai kebenaran yang bersumber pada kitab suci. Amin
Dimuat di Majalah Mayara
Oktober 2011

Sunday, September 18, 2011

Selamatkan Anak-Anak Kita!

Maraknya pornoaksi, pornografi, korupsi, tawuran antar pelajar, bentrok warga. Ditambah lagi memudarnya nilai kejujuran, hilangnya kesabaran dan daya juang, melemahnya tanggung jawab dan kemandirian anak membuat kita hawatir terhadap generasi mendatang. Ini pula yang dihawatirkan oleh pemerintah terhadap masa depan bangsa ini.
Disinyalir, carut marutnya persoalan di negeri ini disebabkan melemahnya pendidikan karakter:Pendiri Negara , Presiden Soekaro, pernah berpesan bahwa tugas bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan adalah mengutamakan pelaksanaan nation and character building. Bahkan beliau wanti-wanti, “Jika pembangunan karakter bangsa tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.”
Pemerintah, sejak tahun 2010 telah mencanangkan pendidikan karakter. Diharapkan tahun 2012 ada 25% sekolah di Indonesia sudah menerapkan pendidikan karakter dan untuk tahun 2015 seluruh sekolah di Indonesia bisa mengembangkan sekolah karakter.
Buku “Pendidikan Berbasis Karakter” yang pernah diseminarkan bersama Prof. Dr. Ir. M. Nuh, DEA, (Menteri Pendidikan Nasional) semoga bisa membantu sekolah dalam mengembangkan sekolah karakter. Apalagi dilengkapi dengan buku “Panduan Praktis: Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa”.
Pendidikan karakter tidak hanya dilakukan di sekolah, hanya dilakukan oleh guru. Akan tetapi harus bersinergi dengan rumah, yaitu orang tua dan masyarakat. Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab bersama Ketika guru, orang tua, dan masyarakat mampu bersinergi dan memiliki komitmen untuk membangun pendidikan karakter, maka hasilnya akan lebih efektif.
Minimal ada empat hal yang perlu disiapkan di dalam pendidikan karakter:
1) Ada budaya sekolah yang bisa bersinergi dengan budaya rumah dan masyarakat.
2) Pendidikan karakter diintegrasikan di dalam semua mata pelajaran, tentunya ada indikator yang jelas.
3) Pendidikan karakter diintegrasikan di dalam kegiatan pengembangan diri di sekolah.
4) Ada pesan moral, baik yang terucap maupun yang tertulis.
Pada akhirnya akan melahirkan generasi yang tangguh, yang yang memiliki kepribadian unggul dan berkarakter.
Buku Referensi di bawah ini bisa membantu Bapak/Ibu guru untuk mendesign sekolah karakter. Begitu juga untuk pendampingan orang tua di rumah, dan remaja yang ingin hidup sukses.
1. Pendidikan Berbasis Karakter: Sinergi Sekolah dengan Rumah
Tebal buku 184 halaman, harga Rp. 44.000.
2. Panduan Praktis Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa : Sinergi Sekolah dengan rumah
Tebal buku 136 halaman, harga Rp. 33.000.
3. Karakter Guru Masa Depan : Sukses dan Bermartabat
Tebal buku 218 halaman, harga Rp. 44.000.
4. Anakku Penyejuk Jiwaku : Pola Pengasuhan Islami untuk Membangun Karakter Positif Anak. (Referensi untuk orang tua)
Tebal buku 200 halaman, harga Rp. 39.000.
5. Spirit Remaja : Inspirasi Kawula Muda Dambakan Hidup Sukses (Referensi remaja)
Tebal buku 212 halaman, harga Rp. 44.000.

Wednesday, September 14, 2011

Buku Karakter Baru













































































Anak-anak Kehilangan Figur Panutan

Fenomena yang terjadi di sekitar kita cukup memprihatinkan. Saat ini Kejujuran menjadi barang yang mahal. Kesabaran sulit untuk dicari. Nurani begitu mudah disulut oleh emosi. Masyarakat begitu mudahnya diadu domba. Di arena olahraga kehilangan sportifitas, hingga yang kalah murka dan terjadi amuk masa.
Dekadensi moral tampak nyata di depan mata. Rasa hormat anak kepada orang tua telah memudar. Jaring narkoba tertata begitu rapi, dari jaringan internasional hingga di lingkungan sekolah. Pornografi dan pornoaksi mudah dilihat dan sering dijadikan panduan bagi kalangan remaja. Kini pengaruh globalisasi menjadi tak terbendung lagi.
Dalam data komnas perlindungan anak didapatkan, bahwa perilaku anak cukup memprihatinkan dan sudah masuk pada wilayah emergency. Menurut data yang dikutip dari Media Indonesia 18 Januari disebutkan bahwa pengakuan remaja di kota besar dalam berhubungan seks pranikah sebagi berikut: 62,7% remaja pernah melakukan, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja pernah berciuman dan oral seks, 97,0% remaja pernah nonton video porno.
Di sisi lain, narkoba juga menjadi persoalan yang cukup serius untuk ditangani. Dari data Badan Narkotika Nasional (BNN) ada sekitar 3.600.000 jumlah pengguna narkoba di Indonesia. Dari jumlah itu, 41% adalah pengguna pemula, yaitu usia 14 sampai 18 tahun (Republika online, 26/06/2010).
Ketika melihat fenomena yang terjadi saat ini, sebagai orang tua kita mengelus dada. Muncul kehawatiran terhadap perilaku anak yang sudah jauh dari fithrah. Keresahan orang tua ini juga dirasakan oleh pemerintah. Hal ini tampak dengan bergulirnya pendidikan karakter sebagai bentuk kebijakan kemendiknas untuk mengantisipasi perilaku anak. Dalam sebuah seminar Bapak Prof. Dr. Ir. M. Nuh, DEA (Mendiknas) mengatakan agar pendidikan karakter segera dilaksanakan. Bahkan pendidikan karakter menjadi program utama yang melibatkan 16 kemeterian.
Persoalan ini perlu dikembalikan pada porsi yang sebenarnya. Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dengan potensi utuh. Selain memiliki fithrah (kecenderungan untuk meng-Ilahkan Allah), setiap manusia juga diberi potensi kecerdasan. Allah berfirman di dalam surat Al-A’raf ayat 172: “Dan Ingatlah, ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari Sulbi mereka, dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka (seraya Berfirman): Bukankan Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul, Engkaulah Tuhan kami, kami menjadi saksi.” Ayat ini menunjukkan bahwa setiap anak fithrah, yaitu cenderung untuk meng-Ilahkan Allah.
Setiap manusia yang terlahir ke dunia sudah dimodali kecerdasan. Sekitar 10 sampai 15 milyar sel otak yang aktif sudah diberikan begitu manusia lahir. Selain itu manusia dilengkapi dengan pendengaran, penglihatan, dan hati untuk memacu perkembangan otak. Sebagaimana firman Allah surat An-Nahl ayat 78: ”Dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu, sedang kamu tidak tahu sesuatu apapun. Lalu diberi-Nya pendengaran, penglihatan, dan hati, semoga kamu menjadi orang yang bersyukur.”
Cukuplah bagi kita dengan dua dasar dalil naqli di atas. Meskipun kalau kita mau terus menggali dasar yang lain akan lebih menguatkan kita bahwa anak-anak kita memiliki potensi yang dahsyat. Anak-anak kita begitu lugu dan polos, jujur dan berani. Tapi mengapa tiba-tiba ketika menginjak remaja dan dewasa berubah begitu drastis hingga membuat agenda permasalah bagi kita selaku orang tua.
Salahkah anak-anak kita? Layakkah anak-anak kita untuk dipersalahkan terus menerus tanpa ada introspeksi dari kita selaku orang tua? Kiranya kurang bijak jika kita selaku orang tua hanya menyalahkan anak-anak. Bukankah yang mengubah kesucian anak, perilaku anak adalah orang tua. Rasulullah telah megingatkan kepada kita, ” Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tualah yang menjadikan yahudi, nasrani, atau majusi.”
Sesungguhnya anak-anak kita saat ini telah kehilangan figur panutan. Lalu kepada siapakah mereka akan melihat sosok yang bisa dicontoh. Informasi negatif jauh lebih banyak terekam di dalam diri anak daripada yang positif. Baik itu informasi yang dilihat maupun yang didengar. Sementara kita tahu bahwa pendengaran dan penglihatan adalah pintu masuknya informasi.
Suguhan tayangan televisi misalnya, telah membuyarkan konsep tentang nilai-nilai kebenaran. Lebih dari 60% tayangan televisi menyajikan hiburan yang banyak menyesatkan. Baik mengenai pornografi, pornoaksi, mistik, gaya hidup, dll. Sementara televisi ada di setiap rumah dan kini bukan menjadi barang mewah.
Kebohongan banyak diselamatkan atas nama golongan dan politik. Sementara kejujuran digadaikan untuk menjaga kehormatan dan kepentingan bagi kelompok-kelompok tertentu. Kasus SDN Gadel Surabaya misalnya, menjadi potret simbul ketidakjujuran nasional. Anak-anak dibimbing untuk tidak jujur oleh guru yang mestinya digugu dan ditiru. Begitu juga di rumah, anak-anak sering diberi contoh yang tidak selayaknya oleh orang tua.Saat ini mulai ada kecenderungan orang tua menyekolahkan putra-putrinya di pesantren. Tentunya ini sangat beralasan dengan kasus yang melanda bangsa ini. Kehawatiran orang tua tidaklah berlebihan. Orang tua lebih suka mencari model boarding school. Tinggal bagaimana respon pesantren terhadap kebutuhan orang tua seperti ini? Apakah seperti sekolah-sekolah biasa lainnya, ataukah ingin memiliki keunggulan nyata untuk menyelamatkan anak dan bangsa tercinta ini

Dimuat di Suara Maskumambang
September 2011