Monday, October 15, 2012

Anak Menurut Pandangan Al-Qur'an

”Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ”Bukankan Aku ini Tuhanmu” Mereka menjawab, ”Betul, Engkaulah Tuhan kami, kami menjadi saksi..” (Q.S. Al-A’rof: 172)
Setiap anak terlahir dalam keadaan suci, selalu meng-ilahkan Allah. Ini artinya, tidak ada anak yang lahir dengan membawa rangkaian dosa dari orang tua. Namun seiring dengan perjalanan hidup, mereka memiliki tingkah laku yang berbeda. Perubahan tingkah laku ini justru dampak dari pengaruh lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga, pendidikan, maupun masyarakat tempat tinggal anak. Rasulullah bersabda, ”Setiap manusia lahir dalam keadaan suci, maka orang tualah yang menjadikan Yahudi, Majusi, dan Nasrani.”
Sebagai rujukan yang selalu terbukti kebenarannya dan tidak bisa diragukan, Al-Qur’an memberikan gambaran tentang tingkah laku anak sebagai hasil dari proses perkembangan anak. Ada empat model tingkah laku anak menurut al-Qur’an.
a.   Anak sebagai penyejuk mata
Semua orang tua berharap dikaruniai anak yang bisa menyejukkan mata hati. Anak yang selalu memegang tali kebenaran dalam setiap langkah. Anak penyejuk mata hati menjadi investasi bagi orang tua. Baik di dunia maupun di akhirat senantiasa mengawal orang tua dengan doa-doa dan perilaku mulia.
Meskipun kehidupan di dunia putus, doa anak penyejuk mata tetap mengalir. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw.
“Ketika anak Adam meninggal, maka terputuslah semua amal perbuatan, kecuali tiga hal. Sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang senantiasa mendoakan orang tua”.
Sungguh beruntung jika kita semua memiliki anak penyejuk mata hati. Untuk itulah setiap  saat orang tua selalu berharap lewat doa sepanjang hari.
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan anak-anak sebagai penyejuk mata/ penyenang hati dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Al-Furqon:74)

b.   Anak sebagai hiasan
Anak yang menjadi hiasan bagi orang tua adalah anak yang sekedar memberikan kebahagiaan di dunia. Anak seperti ini hanya sebagai kebanggaan untuk jangka pendek, yakni berlaku di dunia. Tak ubahnya seseorang memiliki kekayaan berupa harta benda, seperti mobil, rumah, semua itu tidak sampai dibawa mati.
Ketika kehidupan dunia putus, maka putuslah semua urusan dengan anak. Anak sebagai hiasan tak mampu memberikan kontribusi kepada orang tua saat kematian telah tiba. Orang tua hanya membawa amalan yang dilakukan sendiri. Sementara anak, tak mampu berperan dengan doa-doanya dan amal perbuatannya.
Sungguh merugilah kondisi orang tua yang hanya mempunyai anak sebagai hiasan. Sebagai hiasan anak hanya kebanggaan, sebagai benda yang hanya untuk dipamerkan. Kelebihan-kelebihan anak bukan nilai-nilai spiritual. Kelebihan-kelebihan anak masih bersifat duniawi. Anak-anak tidak mengerti cara berbakti. Anak-anak tidak bisa berdoa dan melanjutkan amalan baik yang sudah dilakukan oleh orang tua.betapa ruginya jika ini yang terjadi.
     “Harta dan anak-anakmu adalah hiasan kehidupan dunia.”(Q.S. Al-Kahfi:46)

c.   Anak sebagai fitnah
Anak-anak terkadang tumbuh tidak sesuai dengan harapan orang tua. Malah tidak sedikit anak-anak justru menjadi ujian bagi orang tua. Mungkin di rumah tidak ada masalah dengan orang tua. Tetapi mereka menjadi fitnah dari tingkah pola yang dilakukan di luar rumah. Agenda permasalahan muncul dari sikap dan tingkah laku di luar rumah.
Di rumah, tutur katanya sopan dan tidak menampakkan perilaku yang buruk. Namun ketika di luar pengaruh teman, membuatnya ikut terbawa arus pergaulan yang salah. Ketika sudah berhubungan dengan pihak yang berwajib, maka orang tualah yang terkena dampak negatif dari perilaku anak.
Anak-anak saat ini sulit membedakan baik dan buruk. Justru yang sering menjadi pilihan bagi anak adalah senang dan tidak senang. Jika modalitas spiritual kurang, maka pilihan anak-anak adalah yang menyenangkan dengan mengabaikan nilai-nilai kebenaran. Persoalan inilah yang kini menjadi masalah besar. Perilaku anak tidak lagi mempertimbangkan kebenaran. Banyak dijumpai anak-anak salah arah yang jauh dari harapan orang tua dan harapan agama.
    “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah bagimu, di sisi  Allahlah pahala yang besar.”(Q.S. At-Taghobun:15)

d.   Anak sebagai musuh 
Tidak ada satupun orang tua yang ingin melahirkan anak durhaka. Anak yang justru akan menjadi musuh bagi orangtuanya. Jangan mengira anak yang dilahirkan selalu bisa menjaga orang tua. Itulah sebuah harapan.  Namun, perkembangan zaman yang miskin nilai-nilai positif, kerap menyeret anak-anak dalam kedurhakaan.  Berperilaku sadis dan bengis terhadap orang tua. Ketika keinginannya tidak terpenuhi, justru melampiaskan kepada amarah kepada orang tua.
Tidak sedikit anak yang menyeret orang tuanya ke pengadilah karena masalah harta. Ada juga anak yang tega-teganya menodai kehormatan orang tua yang telah melahirkannya. Bahkan ada anak yang tega membunuh orang tuanya sendiri. Naudzubillhi min dzalik.
“Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.”(Q.S. At-Taghobun: 14)
Pola pengasuhan dan pendidikan di sekolah sangat memberikan corak dan warna bagi anak-anak. Untuk itu berikan yang terbaik bagi anak-anak. Kelak anak-anak akan memberikan yang terbaik bagi orang tua. Yakin dan selalu minta perlindungan kepada Allah. Insya-Allah anak-anak kita akan diselamatkan dari jurang kehancuran.

Oleh: Drs. Najib Sulhan

No comments: