Refleksi di Hari PGRI ke 67 (25 Nopember2012)
Oleh: Najib Sulhan
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Undang-undang Republik Indonesia,
No. 14 tahun 2005)
Dalam
Undang Undang Republik Indonesia, guru memiliki tugas yang sangat mulia. Sejarah telah membuktikan
bahwa guru telah memegang peranan besar untuk membangun sebuah bangsa, baik di
level nasional maupun di tataran internasional. Di tengah badai tekanan
penjajahan, justru hadir guru yang bisa
melahirkan tokoh sekaliber Soekarno, Sutan Syahrir, Muhammad Hatta, Buya Hamka,
Muhammad Natsir, dan masih banyak lagi. Dalam sebuah ungkapan, sesungguhnya
guru besar dilahirkan oleh guru besar yang berhati mulia.
Begitu
banyaknya tokoh-tokoh hebat berhati mulia, negara tetangga, Malaysia, harus
banyak belajar dari negera Indonesia. Berapa banyak pelajar dan mahasiswa
dikirim untuk belajar ke Indonesia. Begitu juga gurunya banyak dikirim untuk
menimba ilmu di negeri tercinta ini. Kemauan untuk memperbaiki bangsa melalui
pendidikan dilakukan dengan serius. Hal
itu tampak dari keseriusan mengirimkan pelajar, mahasiswa, dan gurunya ke
Indonesia dan di beberapa Negara lainnya yang dianggap sudah maju.
Lalu Apa
yang terjadi sekarang. Ada posisi terbalik dengan kondisi yang pernah terjadi.
Justru Mahasiswa dan pelajar Indonesia lebih bangga ketika bisa belajar di
Malaysia. Mereka mengganggap pendidikan di Negara tetangga itu lebih bagus.
Jujur, banyak hal yang perlu dipelajari dengan kemajuan di negara tetangga ini.
Apa
sebenarnya yang terjadi dalam dunia pendidikan, terutama peran guru saat ini?
Badai persoalan kini telah menjadi potret buram. Maraknya kasus amoral,
penggunaan narkoba, serta tawuran antar pelajar menjadi indikator yang perlu
diwaspadai. Lebih-lebih kasus korupsi yang merambah di semua lini birokrasi,
Sampai-sampai ada seorang professor yang membandingkan dulu dengan sekarang.
Dulu ada perencanaan pembangunan di sana sini, sekarang pemerataan korupsi di semua lini. menjadi
bukti yang tak bisa dipungkiri. Seolah-olah bangsa ini mulai kehilangan jati
diri di tengah pergaulan internasional. Lebih dihawatirkan jika badai persoalan
tidak diselesaikan, negeri ini akan menjadi kawasan “kumuh” di mata dunia.
Kehawatiran
akan memudarnya jati diri bangsa, kini telah terjawab melalui pendidikan
karakter. Lagi-lagi yang menjadi persoalan bukan pada tataran konsep, tetapi
dalam pelaksanaan terjadi alur yang tidak sesuai. Berapa banyak konsep yang
ditawarkan oleh para pakar, tetapi di tengah perjalanan harus berhenti tanpa
hasil yang berarti. Sehingga memunculkan polemik bahwa perubahan yang ada hanya
basa-basi belaka. Kegagalan demi kegagalan memperkuat rasa apatis setiap kali
akan dilakukan perubahan.
Sebuah
tantangan bagi guru di tengah badai persoalan yang tak kunjung berhenti. Jika
pendidikan karakter dianggap baik dan perlu dijalankan sebagai solusi, maka
perlu sinergitas bagi semua elemen yang ada, khususnya pemangku kepentingan.
Ketika konsep ini hanya basa-basi, tidak sepenuh hati untuk memperbaiki kondisi
yang terjadi di negeri ini, maka akan terjadi salah arah, dan tidak akan
memperoleh hasil yang lebih bermakna. Sama saja dengan konsep-konsep
sebelumnya.
Sejarah
juga membuktikan bahwa guru menjadi penentu maju dan mundurnya suatu bangsa.
Masih ingat ketika Hirosima dan Nagasaki dibom atom oleh tentara Amerika
Serikat dan sekutunya, maka yang ditanyakan oleh Kaisar Hirohito adalah guru.
Berapa guru yang tewas dan bukan berapa tentara serta politisi yang tewas.
Kaisar Hirohito sadar betul akan peran seorang guru dalam memajukan sebuah
bangsa. Kehilangan banyak guru lebih merugikan bangsa dibanding dengan
kehilangan banyak tentara dan politisi.
Menjadi
guru sejatinya menjalankan peran yang sangat mulia. Di tangan seorang gurulah
lahir generasi penerus bangsa. Di tangannya pula muncul para tokoh atau kaum
intelektual yang akan menjadi agen perubahan. Ironis jika guru semakin banyak,
badai persoalan tak kunjung selesai, menumpuk bagai sampah yang dapat
menyebabkan negeri ini menjadi kawasan “kumuh” yang tiada berujung.
Dari
jumlah guru yang ada, bangsa kita tidak perlu hawatir terhadap kemajuan negeri
ini. Yang menjadi persoalan adalah sosok guru yang berjiwa guru dengan
melaksanakan fungsi strategis dalam menjalankan peran suci. Jangan-jangan sosok
guru jutaan, tapi fungsi dan peran suci telah ternodai. Guru seharusnya menjadi nahkoda kapal di
tengah badai. Jangan sampai guru ikut digulung badai persoalan sehingga tidak
bisa lagi memberikan solusi malah menjadi bagian dari masalah yang harus
diselesaikan. Jika masih ada guru yang salah dalam menentukan tujuan, sudah
saatnya untuk kembali ke khittah, dengan
menjalankan peran suci sebagai khalifah di muka bumi.
Tidak
salah jika seorang pakar pendidikan dari india, Dr. Khursyid Ahmad, MA mengatakan, “Melalui pendidikan, manusia ‘ditanam’ dan dengan pendidikan masa depan
bangsa dibangun.” Ini artinya, masyarakat sangat berharap perubahan yang
lebih baik melalui pendidikan dan itu semua peran guru yang sangat ditunggu.
Wahai
guru, negara ini sangat berharap perubahan yang lebih baik. Di tanganmulah masa
depan dan kejayaan negara ini. Jadilah model yang bisa diteladani, digugu lan ditiru. Semoga kesabaranmu,
keyakinanmu, dan kesungguhanmu dalam menjalankan amanah mampu mengangkat citra
masa depan bangsa. Selamat hari guru semoga sukses sepanjang masa. Amin.
No comments:
Post a Comment