”Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka, dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): ”Bukankan Aku ini Tuhanmu” Mereka menjawab, ”Betul, Engkaulah Tuhan
kami, kami menjadi saksi..” (Q.S. Al-A’rof: 172)
Setiap anak terlahir dalam keadaan suci,
selalu meng-ilahkan Allah. Ini artinya, tidak ada anak yang lahir dengan
membawa rangkaian dosa dari orang tua. Namun seiring dengan perjalanan hidup,
mereka memiliki tingkah laku yang berbeda. Perubahan tingkah laku ini justru
dampak dari pengaruh lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga, pendidikan,
maupun masyarakat tempat tinggal anak. Rasulullah bersabda, ”Setiap
manusia lahir dalam keadaan suci, maka orang tualah yang menjadikan Yahudi,
Majusi, dan Nasrani.”
Sebagai rujukan yang selalu terbukti
kebenarannya dan tidak bisa diragukan, Al-Qur’an memberikan gambaran tentang
tingkah laku anak sebagai hasil dari proses perkembangan anak. Ada empat model
tingkah laku anak menurut al-Qur’an.
a.
Anak sebagai penyejuk mata
Semua orang
tua berharap dikaruniai anak yang bisa menyejukkan mata hati. Anak yang selalu
memegang tali kebenaran dalam setiap langkah. Anak penyejuk mata hati menjadi
investasi bagi orang tua. Baik di dunia maupun di akhirat senantiasa mengawal
orang tua dengan doa-doa dan perilaku mulia.
Meskipun
kehidupan di dunia putus, doa anak penyejuk mata tetap mengalir. Sebagaimana
sabda Rasulullah Muhammad saw.
“Ketika anak Adam meninggal, maka terputuslah semua
amal perbuatan, kecuali tiga hal. Sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang senantiasa mendoakan
orang tua”.
Sungguh
beruntung jika kita semua memiliki anak penyejuk mata hati. Untuk itulah
setiap saat orang tua selalu berharap
lewat doa sepanjang hari.
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah
kepada kami istri-istri dan anak-anak sebagai penyejuk mata/ penyenang hati dan
jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Al-Furqon:74)
b.
Anak sebagai hiasan
Anak yang menjadi hiasan bagi orang tua adalah anak yang sekedar memberikan
kebahagiaan di dunia. Anak seperti ini hanya sebagai kebanggaan untuk jangka
pendek, yakni berlaku di dunia. Tak ubahnya seseorang memiliki kekayaan berupa
harta benda, seperti mobil, rumah, semua itu tidak sampai dibawa mati.
Ketika kehidupan dunia putus, maka
putuslah semua urusan dengan anak. Anak sebagai hiasan tak mampu memberikan
kontribusi kepada orang tua saat kematian telah tiba. Orang tua hanya membawa
amalan yang dilakukan sendiri. Sementara anak, tak mampu berperan dengan
doa-doanya dan amal perbuatannya.
Sungguh merugilah kondisi orang tua yang
hanya mempunyai anak sebagai hiasan. Sebagai hiasan anak hanya kebanggaan,
sebagai benda yang hanya untuk dipamerkan. Kelebihan-kelebihan anak bukan
nilai-nilai spiritual. Kelebihan-kelebihan anak masih bersifat duniawi. Anak-anak
tidak mengerti cara berbakti. Anak-anak tidak bisa berdoa dan melanjutkan
amalan baik yang sudah dilakukan oleh orang tua.betapa ruginya jika ini yang
terjadi.
“Harta dan anak-anakmu adalah hiasan
kehidupan dunia.”(Q.S. Al-Kahfi:46)
c.
Anak sebagai fitnah
Anak-anak terkadang tumbuh tidak sesuai dengan harapan
orang tua. Malah tidak sedikit anak-anak justru menjadi ujian bagi orang tua.
Mungkin di rumah tidak ada masalah dengan orang tua. Tetapi mereka menjadi fitnah
dari tingkah pola yang dilakukan di luar rumah. Agenda permasalahan muncul dari
sikap dan tingkah laku di luar rumah.
Di rumah, tutur katanya sopan dan tidak
menampakkan perilaku yang buruk. Namun ketika di luar pengaruh teman,
membuatnya ikut terbawa arus pergaulan yang salah. Ketika sudah berhubungan
dengan pihak yang berwajib, maka orang tualah yang terkena dampak negatif dari
perilaku anak.
Anak-anak saat ini sulit membedakan baik
dan buruk. Justru yang sering menjadi pilihan bagi anak adalah senang dan tidak
senang. Jika modalitas spiritual kurang, maka pilihan anak-anak adalah yang
menyenangkan dengan mengabaikan nilai-nilai kebenaran. Persoalan inilah yang
kini menjadi masalah besar. Perilaku anak tidak lagi mempertimbangkan
kebenaran. Banyak dijumpai anak-anak salah arah yang jauh dari harapan orang
tua dan harapan agama.
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu
hanyalah fitnah bagimu, di sisi Allahlah pahala yang besar.”(Q.S.
At-Taghobun:15)
d. Anak
sebagai musuh
Tidak ada satupun orang tua yang ingin melahirkan anak
durhaka. Anak yang justru akan menjadi musuh bagi orangtuanya. Jangan mengira
anak yang dilahirkan selalu bisa menjaga orang tua. Itulah sebuah harapan. Namun, perkembangan zaman yang miskin
nilai-nilai positif, kerap menyeret anak-anak dalam kedurhakaan. Berperilaku sadis dan bengis terhadap orang
tua. Ketika keinginannya tidak terpenuhi, justru melampiaskan kepada amarah
kepada orang tua.
Tidak sedikit anak yang menyeret orang
tuanya ke pengadilah karena masalah harta. Ada juga anak yang tega-teganya
menodai kehormatan orang tua yang telah melahirkannya. Bahkan ada anak yang
tega membunuh orang tuanya sendiri. Naudzubillhi
min dzalik.
“Sesungguhnya
di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka
berhati-hatilah kamu terhadap mereka.”(Q.S. At-Taghobun: 14)
Pola pengasuhan dan pendidikan
di sekolah sangat memberikan corak dan warna bagi anak-anak. Untuk itu berikan
yang terbaik bagi anak-anak. Kelak anak-anak akan memberikan yang terbaik bagi
orang tua. Yakin dan selalu minta perlindungan kepada Allah. Insya-Allah
anak-anak kita akan diselamatkan dari jurang kehancuran.
Oleh: Drs. Najib Sulhan
No comments:
Post a Comment