Oleh: Najib Sulhan
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah itu ialah
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila
orang-orang jahil mengajak omong-omong mereka, mereka berkata dengan kata yang mengandung keselamatan. (Q.S.
25/Al-Furqon: 63)
Kata yang mengandung keselamatan adalah kata-kata
positif, terutama kata yang bermuatan doa. Ucapan yang mengandung keselamatan
dapat berpengaruh positif pada yang berbicara maupun yang diajak bicara. Bagi
yang berbicara, ucapan keselamatan ini dapat mengontrol diri. Orang yang
terbiasa mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan kepada orang lain,
menunjukkan kedewasaan dan kejernihan hati, jauh dari rasa dengki, dan mudah
memaafkan orang yang bersalah padanya. Inilah wujud dari orang-orang yang
rendah hati.
Bagi yang diajak berbicara, ucapan
yang mengandung keselamatan dapat mengubah perilaku. Dari perilaku benci
menjadi simpati. Dari perilaku jahat menjadi hormat. Dari yang provokasi
menjadi suka memberi solusi. Jika kata-kata itu berupa doa yang tulus, dapat
terkabul sesuai yang diharapkan.
Manusia tidak perlu memandang siapa
yang diajak berbicara. Kepada semua orang, termasuk yang sedang membenci kita,
menjahili kita, maka kita perlakukan sama. Kita tetap memberikan respon dengan
kata-kata yang mengandung keselamatan. Tidak ada ruginya sikap baik dan tutur
kata yang mengandung keselamatan kepada orang lain.
Khususnya kepada anak di rumah
maupun di sekolah. Kita berharap anak-anak selalu patuh pada orang tua di rumah
atau guru di sekolah. Namun kenyataan, tidak sedikit anak-anak yang justru
membuat agenda permasalahan. Orang tua merasa jengkel, begitu juga yang terjadi
pada guru. Jika orang tua maupun guru tidak menyadari bahwa ini adalah bagian
dari ujian dan tanggung jawab yang harus diselesaikan, sikap kejengkelan ini
akan berwujud kata-kata yang jelek, kata makian, kata labeling negetif, dan ini
dapat merusak konsep diri anak.
Boleh saja orang tua mengatakan
tidak sadar saat mengeluarkan kata-kata kasar, kata-kata kutukan, atau
kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan. Menganggap bahwa kata-kata yang
tidak patut adalah dorongan emosi sesaat.
Namun perlu diketahui bahwa kata-kata itu sudah terlanjur terucap dari
orang yang paling dicintai oleh anak. Ucapan itu keluar dari orang tua yang
telah membesarkan. Tentunya ini sangat menyakitkan bagi anak. Kata-kata ini
sulit ditarik kembali dan akan berbekas dalam kurun waktu yang cukup lama..
Ucapan yang keluar dari orang tua
kepada anak adalah doa. Kata-kata yang keluar dari orang tua adalah isi hati
yang paling dalam. Jika hati berselimut rasa benci, maka kata kebencian yang
keluar. Jika hati berbalut rasa cinta, maka kata yang keluar penuh bahagia dan
senantiasa dihiasi dengan doa.
Perlu disadari bahwa kebencian orang
tua, baik yang masih tersimpan di dalam perasaan, lebih-lebih yang sudah
berwujud kata yang terlontar menjadi dasar kebencian Allah kepada anak.
Sebaliknya, kecintaan orang tua kepada anak menjadi dasar kecintaan Allah
kepada Anak. Dengan kata lain, Allah akan memberikan balasan terhadap sikap
orang tua pada anak. Hal ini sesuai dengan sabda rasulullah, ”Keridhaan Allah terletak pada keridhaan
kedua orang tua dan kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan kedua orang tua.”
Sungguh besar pengaruh kata-kata yang diucapkan orang tua kepada anak.
Alangkah indahnya jika setiap
bertutur kata kepada anak senantiasa mengandung keselamatan. Baik itu kata-kata
yang memberikan semangat maupun doa. Itulah kata-kata yang memang dibutuhkan
oleh anak. Orang tua yang senantiasa bertutur kata kepada anak dengan kata-kata
yang mengandung keselamatan dapat mendorong anak untuk berperilaku lebih baik.
Sesungguhnya kata-kata yang mengandung keselamatan adalah kunci keberhasilan
anak. Yakinlah, apapun yang terjadi pada anak, jika terus didoakan, Allah akan
mengabulkan. Sebagaimana janji Allah bahwa Allah akan mengabulkan hamba-Nya
yang mau berdoa dengan penuh pengharapan dan keyakinan.
Di sekolah sering juga ditemua anak
yang suka membuat gaduh, suka jahil ke teman, tidak mau menuruti guru. Guru
yang baik, tidak gampang terbawa emosi. Guru bisa mengintrospeksi diri dan bisa
mengendalikan diri. Jika tidak, maka
kelas akan kacau. Meskipun kadang rasa jengkel itu ada, tetapi tetap berusaha
membangun mental positif dengan dorongan dan doa yang baik pada anak. Bukan
sebaliknya, kejengkelan itu dilampiaskan dengan bentuk kata-kata kasar dan
makian yang bisa menghancurkan konsep diri anak. Hal ini akan semakin
memperkokoh sikap yang tidak baik pada anak.
Perlu disadari bahwa peran guru
adalah membawa misi perubahan. Menjadi agen perubahan dari perilaku yang tidak
baik menjadi lebih baik. Dari yang kurang baik ke arah yang baik. Dari yang sudah baik menjadi lebih baik dan
mampu mempertahankan kebaikan sehingga terwujud kepribadian yang baik. Untuk
misi perubahan ini, guru harus mampu memberikan keteladanan sikap dan tutur
kata. Dengan hal ini anak-anak akan menjadikan guru sebagai figur panutan.