Setiap tahun ummat Islam menjumpai satu bulan yang bernama Ramadhan. Bulan yang penuh dengan barokah, rahmat, dan ampunan dari Allah. Ada yang mengatakan bahwa bulan Ramadhan dengan sebutan bulan introspeksi, bulan pelatihan, bulan mendulang pahala, bulan untuk meminimalisir dosa-dosa.
Apapun namanya, yang jelas di dalam bulan Ramadhan ini Allah menjanjikan pahala yang tak terhingga dan memberikan peluang untuk menghapuskan dosa-dosa. Dalam beberapa hadis dikatakan bahwa orang yang berpuasa di bulan Ramadhan akan diampuni dosa yang telah lalu. Begitu juga bagi yang berpuasa di bulan Ramadhan diampuni dosa yang terdahulu. Tentunya ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu karena iman dan mengharap ridho dari Allah. Di bulan Ramadhan juga ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam Lailatul Qodar.
Ternyata kehadiran bulan Ramadhan masih belum bisa dilaksanakan sesuai apa yang menjadi ketentuan Allah. Masih banyak yang memahami Ramadhan sebagai simbol agenda tahunan tanpa menyentuh pada pembentukan pribadi muslim sesungguhnya. Sehingga yang tampak, begitu Ramadhan berlalu, maka berlalu pula agenda ibadah lainnya.
Ramadhan semestinya bisa dijadikan guru dalam pembentukan karakter anak. Dalam teori psikologi, kegiatan yang dilakukan 21 berturut-turut dengan sepenuh hati, maka akan melahirkan kebiasaan. Karakter adalah kebiasaan yang baik dan itu bisa dimulai dari bulan yang mulia ini. Tapi apa yang terjadi saat ini?
Fenomena yang terjadi di sekitar kita cukup memprihatinkan. Saat ini Kejujuran menjadi barang yang mahal. Kesabaran sulit untuk dicari. Nurani begitu mudah disulut oleh emosi. Di jalan-jalan hampir setiap hari terjadi tawuran antar pelajar, di masyarakat begitu mudahnya diadu domba. Di arena olahraga kehilangan sportifitas, hingga yang kalah murka dan terjadi amuk masa.
Dekadensi moral tampak nyata di depan mata. Rasa hormat anak kepada orang tua telah memudar. Jaring narkoba tertata begitu rapi, dari jaringan internasional hingga di lingkungan sekolah. Pornografi dan pornoaksi mudah dilihat dan sering dijadikan panduan bagi kalangan remaja. Kini pengaruh globalisasi menjadi tak terbendung lagi.
Relakah kita melahirkan generasi yang lemah? Genarasi yang akan menggadaikan kejujuran? Generasi yang kehilangan kesabaran? Generasi yang masuk dalam lingkaran setan? Generasi yang menjauh dari aturan Tuhan? Tidak! orang tua yang berhati emas, tidak akan mengharapkan generasi yang lemah.
Dalam data komnas perlindungan anak didapatkan, bahwa perilaku anak cukup memprihatinkan dan sudah masuk pada wilayah emergency. Menurut data yang dikutip dari Media Indonesia 18 Januari disebutkan bahwa pengakuan remaja di kota besar dalam berhubungan seks pranikah sebagi berikur: 62,7% remaja pernah melakukan, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja pernah berciuman dan oral seks, 97,0% remaja pernah nonton video porno.
Di sisi lain, narkoba juga menjadi persoalan yang cukup serius untuk ditangani. Dari data Badan Narkotika Nasional (BNN) ada sekitar 3.600.000 jumlah pengguna narkoba di Indonesia. Dari jumlah itu, 41% adalah pengguna pemula, yaitu usia 14 sampai 18 tahun (Republika online, 26/06/2010).
Problem ini menjadi tanggung jawab bersama. Mulai dari pengambil kebijakan di tataran pemerintah pusat hingga di tataran pemerintah paling bawah, di kelurahan yang dibantu oleh RW dan RT. Begitu juga di organisasi sosial keagamaan saling bersinergi. Tidak kalah penting dan memegang peranan yang sangat strategis adalah orang tua di rumah dan guru di sekolah. Ketika semua merasa bertanggung jawab dan saling bersinergi akan mampu membangun generasi yang berkarakter. Dengan pencanangan Pendidikan Karakter di Indonesia, mudah-mudahan keadaan semakin membaik.
Semoga bulan Ramadhan kali ini menjadi momen penyadaran bagi semua elemen masyarakat. Ramadhan bukan sekedar agenda formalitas dan simbolik, tetapi mampu membangun sinergi dalam pembentukan karakter anak.
Materi Bulan September : Anak-anak Mulai Kehilangan Figur Panutan
Apapun namanya, yang jelas di dalam bulan Ramadhan ini Allah menjanjikan pahala yang tak terhingga dan memberikan peluang untuk menghapuskan dosa-dosa. Dalam beberapa hadis dikatakan bahwa orang yang berpuasa di bulan Ramadhan akan diampuni dosa yang telah lalu. Begitu juga bagi yang berpuasa di bulan Ramadhan diampuni dosa yang terdahulu. Tentunya ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu karena iman dan mengharap ridho dari Allah. Di bulan Ramadhan juga ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam Lailatul Qodar.
Ternyata kehadiran bulan Ramadhan masih belum bisa dilaksanakan sesuai apa yang menjadi ketentuan Allah. Masih banyak yang memahami Ramadhan sebagai simbol agenda tahunan tanpa menyentuh pada pembentukan pribadi muslim sesungguhnya. Sehingga yang tampak, begitu Ramadhan berlalu, maka berlalu pula agenda ibadah lainnya.
Ramadhan semestinya bisa dijadikan guru dalam pembentukan karakter anak. Dalam teori psikologi, kegiatan yang dilakukan 21 berturut-turut dengan sepenuh hati, maka akan melahirkan kebiasaan. Karakter adalah kebiasaan yang baik dan itu bisa dimulai dari bulan yang mulia ini. Tapi apa yang terjadi saat ini?
Fenomena yang terjadi di sekitar kita cukup memprihatinkan. Saat ini Kejujuran menjadi barang yang mahal. Kesabaran sulit untuk dicari. Nurani begitu mudah disulut oleh emosi. Di jalan-jalan hampir setiap hari terjadi tawuran antar pelajar, di masyarakat begitu mudahnya diadu domba. Di arena olahraga kehilangan sportifitas, hingga yang kalah murka dan terjadi amuk masa.
Dekadensi moral tampak nyata di depan mata. Rasa hormat anak kepada orang tua telah memudar. Jaring narkoba tertata begitu rapi, dari jaringan internasional hingga di lingkungan sekolah. Pornografi dan pornoaksi mudah dilihat dan sering dijadikan panduan bagi kalangan remaja. Kini pengaruh globalisasi menjadi tak terbendung lagi.
Relakah kita melahirkan generasi yang lemah? Genarasi yang akan menggadaikan kejujuran? Generasi yang kehilangan kesabaran? Generasi yang masuk dalam lingkaran setan? Generasi yang menjauh dari aturan Tuhan? Tidak! orang tua yang berhati emas, tidak akan mengharapkan generasi yang lemah.
Dalam data komnas perlindungan anak didapatkan, bahwa perilaku anak cukup memprihatinkan dan sudah masuk pada wilayah emergency. Menurut data yang dikutip dari Media Indonesia 18 Januari disebutkan bahwa pengakuan remaja di kota besar dalam berhubungan seks pranikah sebagi berikur: 62,7% remaja pernah melakukan, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja pernah berciuman dan oral seks, 97,0% remaja pernah nonton video porno.
Di sisi lain, narkoba juga menjadi persoalan yang cukup serius untuk ditangani. Dari data Badan Narkotika Nasional (BNN) ada sekitar 3.600.000 jumlah pengguna narkoba di Indonesia. Dari jumlah itu, 41% adalah pengguna pemula, yaitu usia 14 sampai 18 tahun (Republika online, 26/06/2010).
Problem ini menjadi tanggung jawab bersama. Mulai dari pengambil kebijakan di tataran pemerintah pusat hingga di tataran pemerintah paling bawah, di kelurahan yang dibantu oleh RW dan RT. Begitu juga di organisasi sosial keagamaan saling bersinergi. Tidak kalah penting dan memegang peranan yang sangat strategis adalah orang tua di rumah dan guru di sekolah. Ketika semua merasa bertanggung jawab dan saling bersinergi akan mampu membangun generasi yang berkarakter. Dengan pencanangan Pendidikan Karakter di Indonesia, mudah-mudahan keadaan semakin membaik.
Semoga bulan Ramadhan kali ini menjadi momen penyadaran bagi semua elemen masyarakat. Ramadhan bukan sekedar agenda formalitas dan simbolik, tetapi mampu membangun sinergi dalam pembentukan karakter anak.
Materi Bulan September : Anak-anak Mulai Kehilangan Figur Panutan
Dimuat di Majalah Lazizmu bulan Agustus 2011