Thursday, February 28, 2013

Kata Keselamatan Menjadi Kunci Keberhasilan


Oleh: Najib Sulhan

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pemurah itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil mengajak omong-omong mereka, mereka berkata dengan kata yang mengandung keselamatan. (Q.S. 25/Al-Furqon: 63)
            Kata yang mengandung keselamatan adalah kata-kata positif, terutama kata yang bermuatan doa. Ucapan yang mengandung keselamatan dapat berpengaruh positif pada yang berbicara maupun yang diajak bicara. Bagi yang berbicara, ucapan keselamatan ini dapat mengontrol diri. Orang yang terbiasa mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan kepada orang lain, menunjukkan kedewasaan dan kejernihan hati, jauh dari rasa dengki, dan mudah memaafkan orang yang bersalah padanya. Inilah wujud dari orang-orang yang rendah hati.
            Bagi yang diajak berbicara, ucapan yang mengandung keselamatan dapat mengubah perilaku. Dari perilaku benci menjadi simpati. Dari perilaku jahat menjadi hormat. Dari yang provokasi menjadi suka memberi solusi. Jika kata-kata itu berupa doa yang tulus, dapat terkabul sesuai yang diharapkan.
            Manusia tidak perlu memandang siapa yang diajak berbicara. Kepada semua orang, termasuk yang sedang membenci kita, menjahili kita, maka kita perlakukan sama. Kita tetap memberikan respon dengan kata-kata yang mengandung keselamatan. Tidak ada ruginya sikap baik dan tutur kata yang mengandung keselamatan kepada orang lain.
            Khususnya kepada anak di rumah maupun di sekolah. Kita berharap anak-anak selalu patuh pada orang tua di rumah atau guru di sekolah. Namun kenyataan, tidak sedikit anak-anak yang justru membuat agenda permasalahan. Orang tua merasa jengkel, begitu juga yang terjadi pada guru. Jika orang tua maupun guru tidak menyadari bahwa ini adalah bagian dari ujian dan tanggung jawab yang harus diselesaikan, sikap kejengkelan ini akan berwujud kata-kata yang jelek, kata makian, kata labeling negetif, dan ini dapat merusak konsep diri anak.
            Boleh saja orang tua mengatakan tidak sadar saat mengeluarkan kata-kata kasar, kata-kata kutukan, atau kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan. Menganggap bahwa kata-kata yang tidak patut adalah dorongan emosi sesaat.  Namun perlu diketahui bahwa kata-kata itu sudah terlanjur terucap dari orang yang paling dicintai oleh anak. Ucapan itu keluar dari orang tua yang telah membesarkan. Tentunya ini sangat menyakitkan bagi anak. Kata-kata ini sulit ditarik kembali dan akan berbekas dalam kurun waktu yang cukup lama..
            Ucapan yang keluar dari orang tua kepada anak adalah doa. Kata-kata yang keluar dari orang tua adalah isi hati yang paling dalam. Jika hati berselimut rasa benci, maka kata kebencian yang keluar. Jika hati berbalut rasa cinta, maka kata yang keluar penuh bahagia dan senantiasa dihiasi dengan doa.
            Perlu disadari bahwa kebencian orang tua, baik yang masih tersimpan di dalam perasaan, lebih-lebih yang sudah berwujud kata yang terlontar menjadi dasar kebencian Allah kepada anak. Sebaliknya, kecintaan orang tua kepada anak menjadi dasar kecintaan Allah kepada Anak. Dengan kata lain, Allah akan memberikan balasan terhadap sikap orang tua pada anak. Hal ini sesuai dengan sabda rasulullah, ”Keridhaan Allah terletak pada keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan kedua orang tua.” Sungguh besar pengaruh kata-kata yang diucapkan orang tua kepada anak.
            Alangkah indahnya jika setiap bertutur kata kepada anak senantiasa mengandung keselamatan. Baik itu kata-kata yang memberikan semangat maupun doa. Itulah kata-kata yang memang dibutuhkan oleh anak. Orang tua yang senantiasa bertutur kata kepada anak dengan kata-kata yang mengandung keselamatan dapat mendorong anak untuk berperilaku lebih baik. Sesungguhnya kata-kata yang mengandung keselamatan adalah kunci keberhasilan anak. Yakinlah, apapun yang terjadi pada anak, jika terus didoakan, Allah akan mengabulkan. Sebagaimana janji Allah bahwa Allah akan mengabulkan hamba-Nya yang mau berdoa dengan penuh pengharapan dan keyakinan.
            Di sekolah sering juga ditemua anak yang suka membuat gaduh, suka jahil ke teman, tidak mau menuruti guru. Guru yang baik, tidak gampang terbawa emosi. Guru bisa mengintrospeksi diri dan bisa mengendalikan diri.  Jika tidak, maka kelas akan kacau. Meskipun kadang rasa jengkel itu ada, tetapi tetap berusaha membangun mental positif dengan dorongan dan doa yang baik pada anak. Bukan sebaliknya, kejengkelan itu dilampiaskan dengan bentuk kata-kata kasar dan makian yang bisa menghancurkan konsep diri anak. Hal ini akan semakin memperkokoh sikap yang tidak baik pada anak.
            Perlu disadari bahwa peran guru adalah membawa misi perubahan. Menjadi agen perubahan dari perilaku yang tidak baik menjadi lebih baik. Dari yang kurang baik ke arah yang baik.  Dari yang sudah baik menjadi lebih baik dan mampu mempertahankan kebaikan sehingga terwujud kepribadian yang baik. Untuk misi perubahan ini, guru harus mampu memberikan keteladanan sikap dan tutur kata. Dengan hal ini anak-anak akan menjadikan guru sebagai figur panutan.

Sunday, February 24, 2013

Kata Menyenangkan Menumbuhkan Kepercayaan

Oleh: Najib Sulhan


Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat Tuhamnu yang kamu harapkan kedatangannya, ucapkan sajalah kepada mereka ucapan yang menyenangkan hatinya. (Q.S. 17/Al-Isra’:28)
Dalam tafsir Az-Zikra, ayat di atas dimaknai dengan memberikan bantuan orang lain. Jika seseorang sedang dalam kekurangan, sedang untuk menolak permintaan orang-orang yang miskin itu tidak pula sampai hati, sementara masih ada harapan baik akan mendapatkan rezeki yang lumayan, maka untuk menolaknya itu hendaklah mempergunakan kata-kata yang bisa menentramkan atau menyenangkan hati.
          Ucapan yang menyenangkan kati senantiasa memberikan harapan dan kepercayaan kepada yang diajak bicara. Ucapan yang menyenangkan adalah ucapan solutif.  Ucapan yang solutif selalu memberikan alternatif terbaik dan tidak mengecewakan. Ucapan yang menyenangkan senantiasa membangkitkan optimis. Ucapan solutif memberikan pertolongan. Ucapan yang solutif jauh dari kata-kata profokatif. Jauh dari kata-kata yang membingungkan.
Menjadi orang yang mampu memberikan solusi akan lebih bermakna, lebih bermanfaat, dan sangat dibutuhkan di dalam kehidupan sehari-hari. Siapapun yang datang untuk meminta bantuan, senantiasa diberikan alternatif dengan kata-kata yang menyenangkan, bukan kata-kata yang mengecewakan. Berbahagialah orang-orang yang bisa memberi dan bisa berbagi. Yakinlah bahwa dengan banyak berbagi tidak akan rugi. Justru dengan banyak berbagi, rizkiakan selalu menghampiri.
Bersyukurlah ketika banyak orang yang datang kepada kita untuk meminta pertolongan. Dengan banyaknya orang minta pertolongan sesungguhnya hidup ini mempunyai warna yang indah, mempunyai makna untuk semua. Orang yang datang kepada kita tidak selalu minta bantuan berupa finansial. Banyak juga yang minta bantuan untuk menyelesaikan masalah dalam rumah tangga atau hal-hal yang lain.
Permintaan bantuan tidak semua bisa dipenuhi. Kadang bisa karena dalam kondisi yang baik. Namun kadang, kondisi memungkinkan untuk tidak memenuhi. Saat tidak bisa memenuhi, maka perlu disampaikan dengan kata-kata yang menyenangkan hati, kata-kata yang menentramkan jiwa, kata-kata yang bisa memberikan solusi. Meskipun permintaan tidak bisa terpenuhi, jika ada kata-kata yang menentramkan, kata yang menyenangkan, maka hilanglah rasa kecewa..
Orang tua mempunyai pengalaman yang lebih jika dibandingkan dengan anak. Minimal pengalaman usia hidup yang lebih lama. Hal yang wajar jika anak harus banyak belajar dari orang tua. Sebaliknya, wajar pula jika orang tua harus bisa memahami anak. Tidak sebaliknya, anak-anak yang selalu diminta untuk memahami orang tua. Jika orang tua sudah bisa memahami anak, tentunyaanak akan memahami orang tua pula.
Banyak hal yang belum diketahui oleh anak. Pada saat-saat tertentu anak-anak akan minta dibimbing oleh orang tua. Hal yang kecil, ketika anak sedang belajar, anak-anak mengalami kesulitan dari  tugas yang diberikan oleh guru, maka di sini peran orang tua cukup besar.  Mungkin orang tua tidak bisa menjawab secara langsung pertanyaan itu. Namun dengan mendampingi, kemudian memberikan motivasi dengan kata-kata yang baik dapat membuat anak semangat untukmencari jawabannya.
Bisa dibayangkan, ketika anak bertanya kepada orang tua, sementara orang tua tidak memberikan respon positif dan hanya menyalahkan anak, maka anak tidak akan mau bertanya lagi ke orang tua. Anak menganggap orang tua tidak bisa memberikan solusi. Hilangnya kepercayaan anak kepada orang tua berawal dari komunikasi yang kurang sinergi.
Itu baru persoalan kecil terkait pendampingan belajar anak. Belum lagi ketika masuk usia remaja. Permasalahan anak semakin banyak dan pelik. Mulai masalah pelajaran, ingin mendapatkan perhatian, butuh pengakuan, masa pubertas, dll. Di saat seperti anak butuh pendampingan dati orang tua. Kata sahabat Ali bin Abi Tholib, ”Perlakukan anak remaja seperti teman”. Artinya, orang tua bisa dijadikan tempat curhat terhadap masalah yang dihapi oleh anak.
Dari hasil observasi yang pernah saya lakukan terkait dengan problem yang dihadapi anak, ternyata ketika anak-anak remaja mempuyai masalah, justru jarang curhat ke orang tua.  Lebih banyak mereka curhat ke sahabat. Ada yang curhat melalui facebook. Ada juga yang tidak menemukan tempat curhat, sehingga hanya jalan-jalan, main gitar, bahkan hanya menangis menyendiri di dalam kamar. Di sekolah, BK belum bisa menjadi solusi. Kebanyakan BK menjadi polisi yang ikut menyalahkan anak.
Alasan cukup sederhana. Banyak yang beralasan orang tua tidak punya waktu untuk mendengarkan persoalan anak. Mendengarkan saja tidak ada waktu, apalagi memberikan solusi. Ada juga yang marah-marah ketika ada masalah yang dihadapi oleh anak dan menyalahkan ke anak. 
Sudah waktunya, orang tua di rumah dan guru di sekolah, terutama BK mampu   membantu memberikan solusi bagi anak-anak remaja saat ini. Persoalan yang terjadi pada anak kita saat ini  bukan semata-mata kesalahan mereka, tetapi karena  kehilangan figur panutan.